Archive for November, 2008

Sukses

1 November 2008

Pengantar :

Sukses besar bermula dari sukses-sukses kecil. Namun kita sering terlena bahwa banyak sukses-sukses kecil yang seringkali tidak kita perdulikan. Karena kita sering terjebak pada pemahaman yang sempit bahwa sukses itu selalu berhubungan darah dengan materi dan bersaudara dengan apa yang terlihat. Padahal hukum alam mengajarkan adanya “ilmu gaib” bahwa sukses atau pencapaian kecil yang sepertinya tidak ada apa-apanya ternyata justru merupakan bibit dari tumbuhnya sukses besar. Dan demikian halnya tumbuhnya sebuah sukses dalam bisnis. Ternyata banyak bersumber pada sukses-sukses kecil yang sepertinya tidak ada hubungannya dengan bisnis, tidak ada hubungannya dengan keuntungan atau tidak ada hubungannya dengan jual beli. Mudah-mudahan cerita di bawah ini dapat ditangkap inspirasinya.

—————–

Lebaran yang lalu saya menghadiri acara temu kangen dengan teman-teman SMA dulu, di sebuah pendopo kecamatan di Kendal. Kemasan acaranya pun rodo ndeso, yaitu sunatan masal sekaligus halal-bihalal. Lha wong namanya lagi asyik ketemu teman-teman yang 30-an tahun yang lalu pernah se-SMA, maka anak-anak yang sunat ya silakan nyincing sarung sunat-sunatan dan yang pada kangen ya silakan kangen-kangenan.

Beberapa hari yang lalu saya juga menghadiri acara reuni dan halal-bihalal dengan teman-teman sealmamater yang tinggal di seputar Jakarta, di sebuah hotel berbintang. Berbeda dengan reuni di kampung, kemasan acara di Jakarta sudah barang tentu lebih berbintang dengan tema yang lebih canggih.

Topik utama yang seringkali menjadi menu obrolan saat orang-orang bereuni adalah tema tentang kesuksesan. Siapa yang tidak turut merasa bangga kalau ada teman sekolahnya dulu, sekarang sudah jadi orang. Ada yang jadi pejabat negeri, jadi pengusaha sukses, jadi selebriti terkenal, atau jadi-jadian lainnya.

“Padahal dia itu dulu sangat pendiam dan kurang gaul….”, kata seorang teman berkomentar.
“Dulu dia itu bodoh banget lho…”, guyon yang lain.
“Malas sekali dia dulu, dan suka nyontek…”, celetuk yang lain lagi.

Atau sebaliknya : “Kasihan ya, dulu kan bintang kelas, ranking satu terus….”. Dan seterusnya, yang kesemuanya dibingkai dalam suasana cengengesan penuh canda dan keakraban.

***

Ukuran kesuksesan selalu dikaitkan dengan apa yang tampak di luarnya. Jadi apa dia, atau punya apa dia. Kita pun sering terkagum dalam hati menyaksikan kesuksesan teman-teman kita. Tentu, sudah semestinya kita turut merasa bangga dan memberi apresiasi atas pencapaian itu. Bagaimanapun juga, kesuksesan itu adalah buah dari kerja kerasnya.

Namun terkadang saya tidak bisa dan merasa tidak cukup hanya berhenti sampai di situ saja. Ada hal lain yang seringkali menggelitik hati saya. Hal lain yang tidak kasat mata, yang tidak tampak di luarnya, melainkan harus dicari dan digali melalui obrolan dan percakapan. Hal lain inilah, bagi saya adalah juga sebuah kesuksesan.

Dari obrolan dan perbincangan akrab dengan teman lama, akhirnya saya temukan kesuksesan-kesuksesan yang tidak kasat mata itu. Teman yang sewaktu sekolah dulu kurang gaul itu ternyata sekarang sudah menjadi seorang pengusaha. Bahkan berhasil membantu temannya yang lain yang sedang terpuruk usahanya untuk bangkit lagi.

Teman lain yang dulu suka nyontek dan kini sudah jadi pejabat negeri juga berhasil membantu membuka jalan bagi teman lainnya yang seprana-seprene masih tidak jelas pekerjaannya. Ada juga yang telah berhasil membuka banyak lapangan pekerjaan kecil-kecilan di desanya.

Seorang teman lain yang dulu nduablek setengah mati dan sering dianggap madesu (masa depan suram), lha kok sekarang jadi orang alim. Dulu suka “prek” dengan urusan ibadah, sekarang sering mengingatkan agar jangan lupa bersedekah.

Ada juga teman yang kehidupannya biasa-biasa saja, tapi sering mengintip 40 keluarga tetangganya apakah ada yang kesulitan makan. Ada teman juga yang meski mampu tapi memilih untuk menunda pergi haji karena lebih mementingkan lebih dahulu ingin mengantarkan adik-adiknya menyelesaikan studi hingga bisa hidup mandiri. Teman lain lagi di tengah kesibukannya masih menyempatkan ngumpulke balung pisah (mengumpulkan tulang yang berserakan)….., rajin mengumpulkan dan mengontak teman-teman lama agar terus terjaga tali silaturrahim.

Kesuksesan-kesuksesan kecil yang tidak tampak dari luar seperti ini seringkali lebih bisa saya nikmati. Seringkali mampu menjadi penerang hati yang lagi temaram bahkan gelap. Seringkali terasa lebih sejuk dan membangunkan saya dari mimpi.

Kesuksesan yang pertama memang lebih pada ukuran kuantitas, berdimensi duniawi dan karena itu tidak abadi. Jika Sang Empunya Dunia menghendaki, bisa bablasss tak berbekas dalam sekejap, bahkan lebih cepat dari sakit mencret. Sedang kesuksesan yang kedua lebih pada ukuran kualitas, berdimensi akherat dan karena itu lebih hakiki. Kalaupun segera mati, kebaikannya akan terus mengalir tiada henti.

Oleh karena itu, hal yang paling saya sukai dan nikmati ketika berada dalam forum pertemuan dan silaturrahim adalah kalau saya dapat menyibak dan menemukan kesuksesan-kesuksesan kecil yang tidak kasat mata itu. Kesuksesan lahiriah tetap perlu, kesuksesan batiniah lebih perlu. Keduanya perlu dipuji, diapresiasi, diteladani, dihikmahi dan disyukuri.

Tapi sayang, seringkali saya hanya bisa menggunakan otak saya thok. Akibatnya saya lebih sering menerima sinyal SMS alias merasa Senang Melihat (orang lain) Susah atau Susah Melihat (orang lain) Senang. Padahal ketika saya mau menyedekahkan sedikit saja tempat di hati saya……, walah…. hidup berjama’ah di muka bumi ini kok jebulnya yo elok tenan……

Yogyakarta, 31 Oktober 2008
Yusuf Iskandar