Ketika kami memutuskan hendak membuka toko ritel, maka yang pertama kali terlintas di pikiran adalah toko yang menjual kebutuhan pokok sehari-hari. Sederhana sekali. Ah, mudah mencari barangnya dan mudah pula menjualnya, toh pasti dibutuhkan orang. Sampai di situ lalu semua persiapan diarahkan untuk berbisnis kebutuhan sehari-hari.
Ketika tiba waktunya kulakan untuk mengisi rak-rak toko, ternyata muncul pertanyaan lanjutan. Kebutuhan pokok sehari-hari seperti apa? Kebutuhan sehari-hari keluarga saya tentu berbeda dengan keluarga tetangga saya, dan pasti juga berbeda dengan keluarga masyarakat desa Madurejo yang adalah calon pelanggan saya. Masyarakat Madurejo yang mana? Mereka yang bekerja sebagai pegawai negeri, buruh lepas harian, petani penggarap, bakul pasar, atau pedagang besar?
Kalau hendak memenuhi kebutuhan pokok semua lapisan masyarakat, lalu jenis yang mana saja yang sebaiknya disediakan? Apakah itu saja sudah cukup? Apakah tidak perlu juga menjual kebutuhan pelengkap agar lebih menarik minat calon pembeli untuk masuk toko?
Survey kecil-kecilan yang telah saya lakukan ternyata tidak cukup untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Masih terlalu banyak hal yang belum dapat saya ketahui. Nah, ternyata sumber referensi paling akurat justru datang dari pemasok. Kepada merekalah akhirnya saya tanyakan produk-produk apa saja yang paling dibutuhkan masyarakat sekitar desa Madurejo. Saya percaya bahwa jawaban para pemasok itu umumnya sangat membantu. Tentu saja kita tetap harus jeli menyimak jawaban itu jujur atau dalam rangka merayu agar saya membelinya. Taruhlah saya tidak bisa membedakan, maka saya meyakini rasio kebenarannya cukup tinggi terhadap kekeliruannya. Meski prinsip ketelitian tetap diperlukan.
***
Awalnya memang kelihatan mudah. Namun ketika para distributor itu mulai berdatangan sambil menyodorkan daftar barang plus harganya yang jumlahnya mencapai ratusan item. Saya jadi kami-tenggengen…… (bengong tidak tahu harus bagaimana). Tidak mungkin dikulak semuanya. Kalau harus dipilih, yang mana saja? Berapa lama waktu saya butuhkan untuk pilih-pilih?. Berbekal semangat saling percaya, terpaksa ditempuh jalan pintas. Jalan pintas ini saya lakukan hanya kepada pemasok resmi yang jelas sudah saya ketahui nama badan hukumnya, identitas orangnya, nomor tilpun dan alamat kontaknya, memiliki daftar harga resmi, dan pemasok yang direferensikan oleh teman lain yang sudah punya toko.
Ada dua jalan pintas saya lakukan. Pertama, untuk distributor yang jenis produknya sangat buanyak. Katakan kepada salesnya, syukur-syukur bisa langsung dengan supervisornya, agar dibuatkan usulan pembelian senilai kurang-lebih sekian juta rupiah, untuk melengkapi isi toko. Kedua, untuk distributor yang jenis produknya tidak terlalu banyak. Minta kepada salesnya untuk memilihkan jenis produk yang sebaiknya ada untuk tahap awal ini, berdasarkan tingkat lakunya barang di kawasan sekitar. Setelah daftar barang di-review dan disetujui, lalu dihitung nilai pembeliannya.
Untuk sales lepas yang biasanya tidak memiliki daftar harga (tapi tetap harus diminta identitas jelasnya), disini indra keenam diperlukan. Kami sendiri yang harus memilih barangnya, sedikit kira-kira, rada-rada sok tahu dan agak-agak ngawur tidak jadi masalah. Asal jangan membabi-buta.
Perlu juga kiranya memahami model-model penawaran, pembelian dan pembayaran yang berlaku tidak sama antara pemasok satu dengan lainnya. Masing-masing cara berimplikasi pada aliran uang tunai kita. Dari sisi ini, tidak perlu ragu atau sungkan untuk melakukan negosiasi ketat terhadap para pemasok dan salesnya, menggali semaksimal mungkin setiap potensi yang bisa menambah setiap rupiah bagi positive cashflow toko kita.
Cara penjualan yang dilakukan pemasok memang macam-macam. Ada yang salesnya datang lebih dahulu untuk melakukan penawaran dan pembuatan pesanan barang (taking order) biasanya disebut bagian TO. Setelah itu baru barangnya dikirim pada lain hari lengkap dengan faktur pembayaran, tergantung sistem pembayarannya tunai atau tempo.
Idealnya, ketika bagian TO ini datang, kita mestinya membuat PO (Purchasing Order), atau setidak-tidaknya orang TO ini memberikan salinan catatan pesanan barangnya. Dalam banyak peristiwa, terkadang kita meremehkan hal ini, sehingga cukup saling percaya saja. Daftar pesanan dibuat, kita tandatangani, lain hari barang dikirim. Situasi ini membuka peluang bagi oknum pemasok nakal untuk menambah daftar pesanan tanpa kita ketahui.
Ada juga sales yang datang langsung bersama barang dagangannya. Mereka biasanya menggunakan mobil boks bertuliskan atau bergambar merek produk yang dijualnya. Dalam komunikasi sehari-hari mereka biasa disebut sales kanvas (saya tidak tahu sejarah penggunaan kata salah kaprah ini). Mereka langsung melakukan penawaran, disusul pemesanan, lalu barang diserahkan, kemudian dibayar kalau memang sistem pembayarannya tunai. Ungkapan yang sering dikatakan oleh sales jenis ini adalah : “Langsung turun barang”.
Jenis yang lain lagi adalah sales lepas (freelance) atau istilah pasarnya sales kelilingan atau sales frilenan. Sales jenis ini biasanya bekerja perseorangan, tidak mewakili merek produk tertentu dan juga tidak atas nama perusahaan distributor tertentu. Terkadang mereka datang menggunakan mobil boks, tapi banyak juga yang berkeliling menggunakan sepeda motor sambil mengangkut barang dagangannya tumpuk undung.
Pemasok yang resmi pada tingkat tertentu umumnya juga menawarkan kemungkinan untuk dilakukannya pembayaran secara tempo (tidak tunai). Pemasok-pemasok kecil, kebanyakan produk makanan atau asessori hasil industri rumahan, ada juga yang memberlakukan sistem titip jual atau konsinyasi, hanya barang-barang yang laku saja yang nantinya dibayar. Tentu sangat menguntungkan, mengingat bisnis ritel adalah bisnis yang mengandalkan adanya aliran uang tunai dari kumulasi nominal uang recehan.
***
Ketika saya harus memilih barang yang akan dikulak, mulanya mudah saja, tinggal menunjuk barang-barang kebutuhan sehari-hari. Tetapi begitu disodorkan daftar barang yang jenis produknya ngudubilah buanyaknya, bahkan mencapai ratusan item, pikiran menjadi cunthel, buntu. Ada puluhan merek odol, sabun, pembalut wanita, pembersih muka, minyak goreng, mie instant, snack dan aneka ria kebutuhan sehari-hari, lengkap dengan sederet pilihan variannya, ya ukurannya, ya jenisnya, ya aromanya, ya rasanya.
Belum lagi ketika harus memilih komoditas pelengkap untuk mendampingi kebutuhan pokok sehari-hari. Alat tulis dan kantor, asesori perempuan, pakaian dan perlengkapan bayi, pakaian muslim, peralatan rumah tangga, mainan anak, perlengkapa olah raga, pulsa isi ulang? Apakah tempat yang tersedia memungkinkan untuk menampung semuanya? Apakah modal kerja yang tersedia mencukupi?
Yang paling saya jaga di tahap kulakan awal ini adalah perlunya agak mengendalikan diri. Jangan sangking bersemangatnya lalu segala macam jenis barang dikulak. Eee…., tahu-tahu anggaran sudah tandas habis sebelum toko mulai buka, padahal masih banyak jenis barang yang perlu disediakan. Situasi seperti ini tentu menjadi dilema sebelum toko resmi beroperasi, antara asal buka dulu atau menambah modal kerja. Iya, kalau masih punya dana cadangan. Lha, kalau tidak? Malah uring-uringan sendiri dan kudu nesu (ingin marah) saja jadinya…….
Sebagai pengaman, saya menggunakan angka 80% dari total modal kerja yang dianggarkan untuk kulakan mengisi toko sebelum toko mulai beroperasi (itu angka yang saya petik dari langit, jadi jangan tanya kenapa 80%, yang penting telah terbukti bekerja untuk “Madurejo Swalayan”). Sisanya dibelanjakan seiring toko mulai buka, sambil mengamat-amati barang-barang yang sebaiknya ada tapi belum tersedia dan barang-barang seperti apa yang banyak dicari pengunjung toko.
Idealnya, sejak awal sudah digariskan tentang jenis barang yang akan dijual disesuaikan dengan kapasitas ruangan toko dan modal yang disediakan, lalu cobalah untuk konsisten. Tidak seperti “Madurejo Swalayan”, ini pengalaman yang sebaiknya tidak ditiru. Sejak awal batasannya mengambang sehingga ketika harus memilih jenis barang yang akan dijual, jadi bingun-ngun…., lalu akhirnya cenderung berserah diri kepada pemasok untuk dipilihkan jenis barang apa saja yang laku di pasaran. Situasi ini memang rawan untuk dimanfaatkan oleh oknum sales nakal.
Kalau akhirnya meminta tolong pemasok untuk memilihkan jenis barang, jangan berhenti sampai di situ. Evaluasi harus dilakukan seiring berjalannya waktu. Tujuannya untuk melakukan seleksi, jenis barang atau merek produk apa saja yang perlu ditingkatkan stoknya dan yang perlu direm bahkan disudahi saja. Demikian pula, pemasok mana saja yang bisa diteruskan dan yang terpaksa distop. Pada gilirannya nanti akan terjadi seleksi alam berdasarkan pada kelakuan (maksudnya tingkat lakunya) barang dan tingkat kebutuhan masyarakat yang adalah pelanggan kita. Pastinya, hal ini tidak akan berlaku sama antara satu kawasan dengan kawasan yang lain.
Sepanjang kita yakin bahwa sang pemasok dan salesnya adalah pihak yang dapat dipercaya, maka pasrah bongkokan kepada sales untuk memilihkan jenis barang, bisa jadi pilihan yang dapat ditempuh dengan segala resikonya…… Resiko pada kondisi saat itu, pada saat order pertama dilakukan, pada saat kita sedang memulai bisnis, pada saat pengelola toko bingung hendak kulakan barang apa saja…….
Madurejo, Sleman – 20 Januari 2006.
Yusuf Iskandar