Posts Tagged ‘bisnis’

Benar Tapi Tidak Dapat Dibenarkan

6 September 2010

Mau bukber, ujuk-ujuk anak lanang mampir toko berbelanja. Mentang-mentang toko milik ortunya, giliran ke kasir bilang ke ibunya: “Gak usah bayar ya, kan tokonya ibu…”. Jawab ibunya: “Lha kok enak?” –

Logika anak lanang benar. Tapi dalam bisnis, tidak setiap hal yang nampak “benar” itu dapat “dibenarkan” dan tidak setiap hal yang dapat “dibenarkan” itu “benar”. Intinya? Ya tetap harus bayar!

“Kalau gitu, minta uangnya…”, katanya. Woo…dasar!

(bukber : buka bersama)

Yogyakarta, 4 September 2010
Yusuf Iskandar

Jangan Hindari Kemelut

14 Juli 2010

Gol kemenangan Jerman atas Uruguay dihasilkan melalui sebuah kemelut kecil di depan gawang. Dan, Sami Khedira berhasil membukukan kemenangan 3-2 dengan sundulan kepala yang “kelihatannya” begitu sederhana.

Pencapaian sebuah bisnis juga seringkali dihasilkan setelah melalui perjuangan dalam sebuah kemelut (seringkli lebih besar) di depan gawang. So? Ciptakan kemelut, atau setidaknya jangan hindari kemelut, lalu berusaha memenangkannya…

Yogyakarta, 11 Juli 2010
Yusuf Iskandar

Bisnis Menjaga Amanah

15 Mei 2010

Bisnis menjaga amanah ternyata memang tidak mudah. Minggu pagi ini guru mengaji, tetanggaku, mengingatkan bahwa di balik setiap amanah yang dibebankan kepada kita, selalu mengandung unsur peluang dan tantangan….. Tinggal kita mau “mendayagunakan” amanah itu menjadi seperti apa. Bisa positif dan negatif saling bertentangan, bisa juga mengarah menuju keduanya positif atau negatif.

Yogyakarta, 9 Mei 2010
Yusuf Iskandar

Kedatangan Tamu Kyai

15 Mei 2010

Siang tadi kedatangan tamu seorang Kyai dari sebuah pondok pesantren (jelas bukan Gus Dur, tapi Gus yang lain), minta dicarikan investor untuk tambang batubara. Ketika akan pulang, beliau wanti-wanti bahwa bisnis yang sedang dijalankan ini landasannya adalah (saling menjaga) amanah.

Rada deg-degan aku…, sebab salah satu sifat wajib Nabi saw ini adalah justru sifat yang paling banyak diabaikan oleh para pelaku bisnis, sengaja atau tidak sengaja.

Yogyakarta, 8 Mei 2010
Yusuf Iskandar

Semakin Panas Di Jogja

4 Mei 2010

Jogja panas sekali siang ini. Makin panas karena ditawari mengambil alih bisnis yang sedang berkembang yang harganya em-eman. Lebih panas lagi saat mengotak-atik bagaimana caranya agar bank mau meminjami uang dengan agunan bisnis itu sendiri, alias saya mau mengambil bisnisnya tapi sebagian besar resiko saya pindahkan ke bank…

Yang sudah-sudah kalau kepanasen begini obatnya ya ngopi, ngudut, njuk dipikir karo turu… (dipikir sambil tidur). Mayday! Mayday! Mayday..!

Yogyakarta, 1 Mei 2010
Yusuf Iskandar

Bisnis MLM?

8 April 2010

Saya menerima SMS isinya: “Mendapatkan 5 hal melalui 5 jalan“, diakhiri dengan: “…sebarkn sms ini kpd saudara muslim minimal 7 org sja. Insya Allah 2jam kmdian akn mndngar kabar BAIK” –

Benar, bahwa siapa menebar kebaikan maka akan menuai yang lebih baik lagi, karena itu memang janji Tuhan. Tetapi, menebar kebaikan kepada minimal 7 orang dan 2 jam kemudian akan mendengar kabar baik? Ugh.., sepanjang yang saya kenal, Tuhan bukan pelaku bisnis MLM…

Yogyakarta, 7 April 2010
Yusuf Iskandar

Tentang Pengemasan (Packing)

7 April 2010

Pengantar:

Berikut ini adalah kutipan dari status saya di Facebook tentang hal-hal yang berkaitan dengan kewirausahaan, manajemen atau apa saja terkait dengan bisnis dan usaha, yang saya ungkapkan dari sudut pandang dan cara berbeda. Kali ini tentang pengemasan (packing)

***

(#1)

Tadi malam menyaksikan anak lanang dan tim free style-nya tampil di acara ‘Indonesia Mencari Bakat’ Trans TV. Hasilnya: yuri yg cantik-cantik itu tidak meloloskan ke tahap berikutnya karena dinilai penampilannya kurang rapi dan cenderung berantakan.

Komentarku: gagal itu biasa, tapi yang akan menjadikannya luar biasa adalah kalau dapat memetik hikmah dan pelajaran dari kegagalan itu, lalu berusaha bangkit dan memperbaikinya.

(#2)

Seorang wanita biasa-biasa saja bisa tiba-tiba tampil bak selebriti setelah di-make-up (kadang-kadang juga di-mark-up). Makanan ndeso dengan taste biasa-biasa saja bisa mendadak jadi rebutan ketika disajikan dengan istimewa. Pertunjukan yang biasa-biasa saja bisa menarik perhatian audiens setelah ditampilkan dengan cara berbeda.

Maka pelajarannya adalah bahwa pengemasan (packing) itu ‘repot tapi perlu’. Jadi pesannya: “Kemaslah tampilanmu supaya menjadi lebih cantik, istimewa dan menarik!”

(#3)

Packing itu teknik untuk memanipulasi persepsi seseorang atas sesuatu. Sehingga yang jelek jadi “seperti” cantik, yang enggak enak jadi “seperti” mak nyusss, yang standar jadi “seperti” menarik, yang biasa-biasa saja jadi “seperti’ ruarrr biasa…

Akibatnya, yang tadinya sekedar memandang bisa jadi melotot, yang tadinya enggak pingin beli jadi beli, yang tadinya cuek jadi memperhatikan, yang tadinya ingin nabung jadi konsumtif… Dan, para penjual, pengusaha, dan entrepreneur, suka itu..

Sebuah komentar di Facebook :

Eko ‘ekojune’ Junaedi – Bekasi :
Untuk jangka panjang akan jadi blunder klo mutunya emang jelek, gak enak, standar dan biasa. Persepsi tetap penting tapi sesuaikan dengan kualitasnya agar makin mantap 🙂

(#4)

Sambil melahap bakmi jowo ‘Bu Gito’ sehabis nonton rekaman tampilannya di TV dimana group free style-nya gagal dalam ‘Indonesia Mencari Bakat’ Trans TV, anak lanang sepakat bahwa kemasan (packing) tampilan groupnya memang perlu diperbaiki.

Hikmahnya, ubahlah rasa kesal pada yuri yang cantik-cantik itu menjadi rasa syukur, karena Tuhan selalu berpihak pada mereka yang ikhlas dan bersyukur bukan pada mereka yang uring-uringan (“Enak aja…!”)

Yogyakarta, 5 April 2010
Yusuf Iskandar

Nasehat Bapak Kepada Putrinya

2 April 2010

Nasehat seorang bapak kepada putrinya yang sedang belajar bisnis:

“Rebutlah rejeki pagi, jumlahnya sama deng rejeki siang, sore atau malam, tapi yang memperebutkan sedikit karena perebut-perebut lainnya masih pada mlungker berbungkus selimut, boro-boro sholat subuh (bagi perebut yang ber-KTP Islam)…”.

NB: Nasehat ini hanya ditujukan khusus kepada putrinya bapak itu.

Yogyakarta, 21 Maret 2010
Yusuf Iskandar

Hari Valentine, Dimana Coklat Laku Keras

14 Februari 2010

Bagi pekerja bakulan atau pedagang mracangan atau ritel seperti saya, momen Hari Valentine tentu pantas dirayakan. Bukan untuk merayakan atau memaknai peristiwanya, sebab kalau hal itu saya lakukan pastinya saya akan diprotes oleh jutaan saudara Muslim sebangsa dan setanah air. Melainkan merayakan untuk memperoleh kebaikannya.

Kebaikan Valentine? Bukan! Valentine dari dulu kala sudah baik-baik saja. Tapi kebaikan orang-orang yang memanfaatkan momen Valentine sebagai sebuah hari yang “enak dan perlu” membeli coklat. Sebab pada hari ini, coklat adalah komoditas yang enak dimakan dan perlu…..

Apapun agama seseorang, momen tanggal 14 Pebruari seringkali disambut sebagai hari yang tepat untuk mengekspresikan saling berkasih dan bersayang seolah-olah 364 hari lainnya dianggap tidak tepat, terutama bagi mereka yang memang sedang berada dalam situasi perkasih-sayangan. Tapi entah kenapa perkasih-sayangan itu kok dilambangkan dengan coklat. Sampai-sampai almarhum Gombloh mengilustrasikan dalam sebuah nyanyiannya : “Kalau cinta sudah melekat, tahi kucing rasa coklat”. Lha iya, siapa sih yang kurang kerjaan merasai tahi kucing…..

Lebih dari sekedar urusan tahi kucing, eh maksud saya coklat, bagi penggiat mracangan atau ritel, tanggal 14 Pebruari disambut sebagai hari panen raya berjualan coklat. Tidak terkecuali dua toko saya (maaf agak narsis sedikit, “Madurejo Swalayan” dan “Bintaran Mart”, keduanya di Jogja), sejak jauh hari sudah menyiapkan diri dengan menambah stok coklat, terutama permen coklat yang harganya relatif lebih mahal.

Ya, bukan salah saya kalau toko saya berniat menyambut Hari Valentine. Malah saya pikir toko saya justru membantu menfasilitasi bagi mereka yang memiliki uang lebih kemudian ingin bersedekah dengan memberi hadiah coklat kepada temannya, saudaranya, pacarnya, orang-orang yang disayanginya, atau orang lewat sekalipun. Semua baik-baik saja. Yang tidak baik adalah kalau untuk bersedekah kemudian mengutil di toko saya. Dan ini pernah terjadi….. It’s OK, saya pun ingin bersedekah meski terpaksa (sebab di dalam hati mengumpat : “Kurang ajar…!”).

Oleh karena itu, bagi penggiat bisnis ritel, Hari Valentine adalah salah satu hari dimana boleh berharap ada sedikit panen raya meningkatnya omset penjualan (juga keuntungan, tentu saja) dari hasil penjualan coklat. Maka kalau saya menyambut Hari Valentine, itu tidak ada urusannya dengan halal atau haram, sebaiknya atau tidak sebaiknya, pahala atau dosa, melainkan adalah menyambut sebuah hari dimana coklat di tokoku laku keras, melalui sebuah transaksi bisnis yang benar menurut kaidah hukum negara maupun agama.

Kepada sesama penggiat bisnis ritel, saya sampaikan : “Selamat merayakan Hari Valentine, dimana coklat laku keras”.

Yogyakarta, 14 Pebruari 2010
Yusuf Iskandar

Sopir Ketemu Sopir

11 Desember 2009

Ketika dua sopir ketemu di pasar, yang satu sopir kijang dari Madurejo, yang lain sopir helikopter dari New Zealand, diharapkan hasilnya bisnis tambang. Insya Allah (artinya kalau Tuhan punya karep, bukan mBilung…).

Jakarta, 10 Desember 2009
Yusuf Iskandar

Belajar Dari Mbah Surip

5 Agustus 2009

Mbah Surip pelantun lagu reggea “Tak Gendong” telah berpulang kemarin pagi (Selasa, 4 Agstus 2009). Banyak orang merasa kehilangan dan berduka. Mbah Surip boleh ‘hilang’, tapi ada yang tidak hilang…..

Pelajaran apa yang dapat dipetik dari perjalanan hidup Mbah Surip? Spirit tentang sukses dan tentang kemauan keras untuk sukses. Di bidang apapun, termasuk sukses sebagai wirausahawan, entrepreneur, bisnis, atau kerja apapun yang dipilih untuk ditekuni… Sebab “God must love crazy people”, kata Chacin kepada Rambo dalam film ‘Rambo 3″. Semangat ‘gila’ itulah yang mengantarkan Mbah Surip ke puncak kesuksesannya, meski Tuhan berkehendak lain.

Mbah Surip telah menunjukkan tentang semangat menjadi ‘gila’, berpikir out of the box, mencintai pekerjaan, membuat terobosan, berpikir paradoksal (yang tidak mungkin menjadi mungkin), menikmati arti kemerdekaan…..

Selengkapnya saya menuliskan “In Memoriam Mbah Surip”, silakan baca Mbah Surip, di Catatan Perjalanan Yusuf Iskandar.

Merdeka…!

Yogyakarta, 5 Agustus 2009
Yusuf Iskandar

Sharing Pengalaman Bisnis Di Tembagapura

27 Mei 2009

Berikut ini catatan-catatan pendek kegiatan berbagi pengalaman bisnis ketika berada di kota tambang Tembagapura, Mimika, Papua, yang sempat saya posting di Facebook (saya tulis ulang dengan penyempurnaan penulisannya agar lebih enak dibaca).

Yusuf Iskandar

———-

Lebih Cepat Lebih Baik

Ada teman nggrundel : “Bagaimana memulai berwirausaha ya…?”. Maka ajakan saya mengutip jargon : THINK BIG, lalu START SMALL, lalu ACT NOW… Kalau baru MAU ACT, di dunia ini banyak rombongannya. Tapi kalau ACT NOW – Lebih Cepat Lebih Baik….., nah ini perlu jurus dewa rada mabuk, lalu nggeblak tidur dulu, ketika bangun tahu-tahu usahanya sudah berdiri….. Teman saya misuh-misuh lalu ngabur…..

Tembagapura, 26 Mei 2009

—–

Sharing Bisnis Di Masjid

IMG_2363_r2Malam ini saya diminta sharing pengalaman perbisnisan di depan jama’ah masjid Darussa’adah Tembagapura.

Pertanyaannya : Bagaimana kiat menjadi karyawan tapi sekaligus juga menjadi pengusaha sukses? Jawaban saya singkat : “Tidak Mungkin”. Sebab yang kemudian akan terjadi adalah korupsi, minimal korupsi waktu dan fasilitas (di depan jamaah masjid tea….). Yang mungkin dilakukan adalah menjadi karyawan tetapi sambil belajar membangun bisnis. Setelah bisnis mulai berkembang, monggo milih : mbisnis sambilan, jadi koruptor atau resign

(Waduh…. Sebab ya memang tidak ada menjadi pengusaha sukses kok juga menjadi karyawan di tempat lain. Tapi kalau sekedar bisnis sambilan, bisa. Mempercayakan bisnis ke orang lain, juga bisa. Tapi pasti hasilnya tidak maksimal… Jadi? Selagi jadi karyawan, mulailah sekarang juga untuk belajar berbisnis….. Setelah itu? Monggo milih itu tadi….)

Tembagapura, 23 Mei 2009

IMG_2356_rIMG_2367_r

Catatan Terlambat Dari Milad 3 TDA

2 April 2009

img_1878_r

Ultah ke-3 komunitas Tangan Di Atas (Milad 3 TDA) sudah berlangsung sebulan yll. di Jakarta. Belum sempat saya menuliskan pengalaman dahsyat dari forum itu, keburu harus segera terbang ke tanah Papua untuk urusan bisnis yang lain. Lebih tepat kalau saya sebut perjalanan ke Papua ini dalam rangka menunaikan   “bisnis memberi”. Ya, alasan paling masuk akal bagi saya terbang jauh ke belahan timur negeri tercinta ini memang bukan bisnis mencari keuntungan, melainkan bisnis berbagi. Lebih jelasnya pengalaman ini akan saya tuliskan terpisah.

Kembali ke Milad TDA. Beberapa teman lain warga TDA sudah banyak menuliskan pengalaman-pengalamannya. Maka, biarlah teman-teman warga TDA lainnya yang mewakili bercerita. Jika tertarik untuk tahu lebih jauh, silakan baca laporan dan catatan berikut ini :

Semoga bermanfaat.

Salam,
Yusuf Iskandar

Bisnis Anti Bangkrut

28 Januari 2009
Haji Alay

Haji Alay

Banyak orang ingin berbisnis. Banyak orang berniat terjun ke dunia bisnis. Lebih banyak lagi yang sedang belajar bisnis. Ketika tiba gilirannya benar-benar harus memulai bisnis, hati menjadi gamang, bimbang dan ragu, tidak yakin, kurang pede, awang-awangen, nglangut…. lalu akhirnya, tidak mulai-mulai juga.

Apa pasal? “Bagaimana kalau nanti tidak laku, gagal, rugi, lalu bangkrut?”. Begitu, atau kata-kata yang sejenis itu yang biasanya menjadi momok dalam diri sendiri sehingga urung memulai bisnis.

Lha kok, tiba-tiba ada orang yang dengan pede sekali bertanya : “Mau nggak, saya beritahu bisnis yang dijamin tidak akan rugi atau bangkrut?”.

Semua orang yang mendengar pertanyaan itu mak plenggong….., setengah melongo (karena hanya setengah, maka mimik buruknya jadi tidak terlalu kelihatan…..). Lalu lubang telinga pun serta-merta di-jembreng lebar-lebar. Penasaran kepingin tahu kelanjutannya. “Wah, penting ini”, kata hatinya sambil pura-pura seolah tidak penting.

Orang itu lalu berkata : “Bisnis yang dijamin tidak akan rugi dan tidak akan menyebabkan bangkrut adalah memuliakan anak yatim, memberi makan orang miskin, tidak berlaku tamak alias kewajiban zakat dan sedekahnya dipenuhi, dan jangan berlebihan mencintai dunia“.

Nafas pun kemudian dilepas lega. Kalau itu dari dulu juga sudah tahu, kata hati orang-orang yang mendengarkan. Tiwas methentheng…, telanjur konsentrasi, mendengarkan breaking news tentang trik berbisnis anti bangkrut, rupanya cuma itu….. Ya, singkatnya adalah bisnis memberi. Jadi nama bisnisnya adalah “memberi”. Bukan bisnis jual pulsa, bisnis ritel, bisnis garmen, bisnis IT, bisnis mobil, tapi bisnis “memberi”.

Dari jaman batu pun memang begitu….. Tapi ya bagaimana mau membiayai anak yatim atau orang miskin atau membayar zakat, lha wong cari penghasilan yang pas-pasan saja tidak pernah pas.

Itulah masalahnya, atau lebih tepat, tantangannya. Kebanyakan orang-orang ini terjebak dalam tempurung tengkurap, bahwa yang namanya memberi adalah mengeluarkan uang atau materi. Padahal yang dimaksud oleh si pembicara tadi bahwa memberi itu bisa juga berupa ilmu, pengalaman, tenaga, pikiran, senyum, waktu dan tempat (seperti sering diberikan oleh MC), serta banyak hal-hal lain yang tidak berarti mengeluarkan uang. Yaaa…, paling-paling sekali waktu njajakke…., mentraktir…..

Dengan kata lain, terjemahan dari pesan si pembicara tadi adalah, kalau belum punya penghasilan ya memberilah dengan tanpa mengeluarkan uang. Kalau penghasilannya masih sedikit, ya memberilah sedikit dari yang sedikit itu. Kalau penghasilannya sudah banyak, ya memberilah lebih banyak dibanding yang sedikit tadi. Kalau habis? Isi ulang…. Mudah, kan?

Maka, kata si pembicara : “Kalau bisa dan yang terpenting ikhlas melakukan itu, maka Insya Allah digaransi tidak akan merugi dan tidak bakal bangkrut”. Sebab yang mengeluarkan kartu garansi adalah Tuhan yang tidak pernah pu-tippu (malah sering menjadi korban penipuan, itupun tidak pernah jera membagi rejeki-Nya meski bolak-balik ditipu…..).

Kalau sebenarnya memulai bisnis yang dijamin pasti untung itu begitu mudahnya, kenapa tidak juga mulai dari sekarang? Mulailah dengan bisnis “memberi”. Setelah itu, setelah materi berhasil dikumpulkan sedikit demi sedikit, lalu kembangkan dan majukan bisnis “memberi” itu dengan bisnis-bisnis turunannya. Seperti misalnya jual baju (baru maupun bekas), jual ayam (hidup atau mati), jual komputer (baru atau rekondisi), jual makanan (mentah atau matang), dan banyak jual-jual lainnya yang (sekali lagi) jangan lupa untuk terus menjaga bobot kualitas banyak “memberi”.

Si pembicara lalu menambahkan pesannya : “Kemudian berbisnislah dengan mengikuti sifat-sifat nabi Muhammad saw., yaitu sidik (berkata benar), amanah (dapat dipercaya), tabligh (menyampaikan yang sebenarnya) dan fathonah (cerdas)”. Ini adalah empat sifat wajib Rosulullah yang wajib pula diteladani oleh umatnya.

Kedengarannya seperti pelajaran agama Islam. Padahal substansinya tidak semata-mata belajar ilmu tauhid. Karena si pembicara adalah seorang yang beragama Islam, maka pedoman yang disampaikan pun meneladani nabinya umat Islam. Namun sebenarnya apa yang disampaikan oleh si pembicara itu adalah sifat-sifat atau perilaku manusia yang sangat universal. Agama atau keyakinan apapun di muka bumi (termasuk aliran sesat), kurang-lebihnya juga menyandarkan perilaku normatif yang hampir sama secara substansi karakteristiknya. Dengan demikian, anjuran si pembicara itu sebenarnya berlaku umum bagi siapa saja.

Jika demikian mudahnya, mari kita memulai bisnis lalu kita ikuti anjuran si pembicaa tadi dan kita buktikan bahwa kita tidak akan bangkrut. Namun barangkali perlu disadari, kalau sudah niat ingsun mau action, ya action-lah sampai tuntas. Terkapar terengah-engah di tengah jalan adalah bagian dari proses pembelajaran sebelum dada menyentuh garis finish. Begitu kira-kira yang telah disampaikan oleh si pembicara dengan penuh keyakinan untuk meyakinkan.

***

Si pembicara yang sangat pede dengan jurus-jurus bisnisnya itu pada kartu namanya tertulis  Haji Nuzli Arismal atau lebih dikenal dengan Haji Alay, yang juga adalah salah seorang sesepuh komunitas “entrepreneur” TDA (Tangan Di Atas). Beliau adalah seorang pebisnis yang sudah komplit makan asam, garam, gula dan jamu. Jatuh-bangun, malang-melintang, susah-gembira, adalah bagian dari perjalanan bisnisnya. Pasar Tanah Abang adalah “kampung halamannya”, dan sekarang beliau menjabat Ketua Umum Syarikat Masyarakat Industri & Pasar Indonesia (SMI&PI). Di usia senjanya, beliau tetap bersemangat empat-lima untuk mengompori dan menginspirasi para pebisnis muda.

Hari Minggu, 18 Januari 2009 yll, Haji Alay hadir di desa Manggung, kecamatan Ngemplak, kabupaten Boyolali, berada di tengah-tengah warga komunitas TDA Joglo, dalam rangka menunaikan bisnis “memberi”-nya. Haji Alay berkenan berbagi kepada siapa saja yang membutuhkan tanpa sedikitpun mengharapkan imbalan. Kualitas bisnis “memberi”-nya sudah pada level post-advance. Para entrepreneur muda yang haus akan pencerahan pun berdatangan dari beberapa wilayah di Jawa Tengah, guna ngangsu kaweruh (berguru) kepada sang guru.

Semoga ilmu yang diturunkan dapat diwarisi dan diamalkan. Diwarisinya sih gampang, wong dari jaman baheula ilmu itu ya memang begitu, tapi mengamalkannya itu……

Madurejo – Sleman, 28 Januari 2009
Yusuf Iskandar

img_0990_manggung

Saatnya Menyusun Resolusi 2009

30 Desember 2008

Fajar baru tahun 2009 segera menyingsing
tiba saatnya menyiapkan dan menyusun sebuah resolusi
bagi diri kita sendiri dan keluarga
bagi prestasi aktualisasi diri, usaha atau bisnis kita
agar hari esok lebih baik dan lebih berhasil dari hari kemarin
agar hidup kita tidak
ngona-ngono wae…, begita-begitu saja…
agar ada yang bisa kita ukur pencapaiannya
agar ada yang bisa kita evaluasi hasilnya
namun jauh lebih penting
agar kita memacu diri untuk berbuat sesuatu
untuk mencapai sesuatu
untuk menghasilkan sesuatu
untuk menjadi lebih bermanfaat
dan tidak sekedar menghabiskan sisa usia

Sebab,
seperti apa atau akan menjadi apa diri kita
tergantung pada apa yang kita pikirkan, inginkan, lakukan dan prestasikan

Yuk…., kita siapkan sebuah resolusi untuk tahun 2009
bagi diri sendiri, keluarga dan kerja kita
Maka Insya Allah….. seperti itulah diri kita akan menjadi

Yogyakarta, 30 Desember 2008
Yusuf Iskandar

Bincang-bincang Tentang Kewirausahaan Dengan Mahasiswa

21 Desember 2008

dscn5984_upn1_14dec08_r

Foto : Saya di tengah (berkacamata berbaju warna krem), di sebelah kiri saya mas Atok Suryono yang juga menjadi narasumber (berkacamata berbaju warna putih kotak-kotak), di sekelilingnya adalah para mahasiswa yang jumlah keseluruhannya lebih dari 25 orang.

Hari Minggu mestinya waktu yang sangat berharga untuk istirahat atau beracara keluarga. Tapi hari minggu yang lalu, 14 Desember 2008, saya putuskan untuk mengisi acara bincang-bincang dengan adik-adik mahasiswa tentang kewirausahaan. Kebetulan (sebenarnya ya tidak juga kalau dikatakan kebetulan….., wong sudah lama direncanakan) teman saya mas Kundarto mengundang saya untuk bersedia datang ke kampusnya di Fakultas Pertanian, UPN “Veteran” Yogyakarta untuk berbagi tentang pengalaman kewirausahaan.

Hanya karena saya yakin ini adalah sebuah bisnis yang menguntungkan, maka saya menerima tawarannya. Pertama, karena saya sangat menghargai inisiatif teman saya itu untuk memberi bekal tentang kewirausahaan kepada mahasiswa didiknya. Kedua, karena saya mempunyai kesempatan untuk memberi atau bahasa agamanya sedekah, berupa sedikit ilmu dan sedikit pengalaman yang saya miliki tentang kewirausahaan (memang punyanya ya hanya sedikit…). Tentu saja sesuai bidang bisnis yang sedang saya tekuni adalah terkait dengan bisnis mracangan, bisnis ritel “Madurejo Swalayan”. Ketiga, saya sedang memperluas silaturrahim, setidak-tidaknya dengan adik-adik mahasiswa (Ee… siapa tahu kenal dengan mahasiswi cantik. Lha, kalau sudah kenal njuk ngopo…..?  Ya, enggak ada apa-apa, wong cuma kenal saja……).

Saya percaya bahwa memberi atau sedekah dan silaurrahim adalah kata kunci untuk bisnis yang pasti menguntungkan. Hanya jika saya mau memberi maka saya boleh berharap menerima. Semakin banyak memberi maka semakin banyak pula saya akan menerima, bahkan jauh lebih banyak dari yang pernah saya berikan. Begitulah “ngelmu gaib” yang saya pelajari.

Menatap wajah-wajah sumringah penuh semangat adik-adik mahasiswa yang kok ya mau-maunya di hari Minggu menghadiri dan mendengar dongengan saya, tentu membuat saya semakin bersemangat untuk berbagi.

Pokok bahasan yang saya sampaikan sederhana saja, antara lain tentang pilihan setelah lulus kuliah, mau menjadi pegawai atau pengusaha. Dengan perkataan lain, menjadi orang gajian atau wirausahawan. Bagaimana menata pola pikir (mind set) diantara kedua pilihan itu. Lalu dilanjutkan dengan berbagi pengalaman tentang bisnis ritel.

Saya sudah menduga tentang pertanyaan yang bakal muncul, yang kemudian ternyata dugaan saya benar, yaitu tentang bagaimana mendapatkan modal atau kepingin berusaha tapi tidak punya modal. Ini hal mendasar yang seringkali muncul akibat dari wawasan yang belum terbuka tentang kewirausahaan. Lalu menjadi salah kaprah bahwa yang disebut modal adalah uang. Sebab kalau hanya berpatokan kaku pada modal adalah uang, maka berarti kalau tidak punya uang ya tidak jadi berwirausaha. Lha rak ciloko, padahal semangat bambu runcing sudah mendidih di ubun-ubun untuk segera mulai jualan, misalnya. Apa ya terus bubar jalan begitu saja……..

Pertanyaan berikutnya adalah tentang apakah sebaiknya buka usaha sendiri atau ikut waralaba. Ada karakteristik bisnis tertentu yang perlu dipahami untuk membuat pilihan ini. Bukan soal salah atau benar, sebaiknya atau tidak sebaiknya, melainkan apa yang diinginkan dengan membuka usaha beserta resiko-resikonya.

Hal yang membuat saya respek adalah bahwa ternyata ada beberapa mahasiswa yang ternyata sudah memulai berbisnis di sela-sela waktu studinya. Ini gejala bagus yang kini semakin banyak dijumpai. Bahkan ada yang sudah mengalami jatuh-bangun, jatuh dan bangun lagi, lalu jatuh lagi, hingga kemudian merasa kalau drinya tidak bisa bisnis. Padahal justru itulah tanda-tanda kesuksesan yang bakal diraihnya.

Hanya karena pernah jatuh maka seseorang menjadi tahu artinya bangun. Semakin sering jatuh, semakin lihai seseorang untuk memahami caranya bangun. Lha kalau kemudian njuk jatuuuuuh terus…..tidak bangun-bangun? Maka hanya Tuhan dan tukang ledeng yang tahu sebabnya (maksudnya perlu dipuntir-puntir dan dipukul-pukul). Karena pasti ada mekanisme hidup yang salah, tidak pernah mau introspeksi dan tidak pernah mau belajar (wis, ora perlu eyel-eyelan….). Belum tentu berarti bodoh. Bisa jadi nilai matematikanya sembilan kurang sedikit. Melainkan hanya sedikit tertidur sehingga perlu gempa 7,9 skala Richter untuk membangunkannya.

Walhasil, akhirnya acara bincang-bincang dan diskusi berjalan bagai tak ingin berakhir. Saya pun mengakhirinya dengan ajakan : “Yuk kita ikrarkan resolusi bagi diri kita masing-masing di penghujung tahun 2008 ini”, sambil wanti-wanti agar tidak terlena bahwa krisis global saat ini sedang mengancam ketersediaan lapangan pekerjaan.

Yogyakarta, 21 Desember 2008
Yusuf Iskandar

Membincang Bisnis Melalui Kelompok Master Mind

10 Maret 2008

(Catatan dari diskusi kelompok komunitas TDA Joglo)

MM4_TDA-Joglo

(Foto dari kiri ke kanan : Ichsan, Huda, Djoko, Yusuf, Memetz)

Pengantar :

TDA adalah kependekan dari Tangan Di Atas, yaitu sebuah jaringan komunitas bagi para pengusaha dan calon pengusaha yang ingin saling memberi. Sesuai dengan namanya, “tangan di atas” adalah perlambang dari seorang “pemberi”, berarti yang memberi penghasilan atau gaji (kepada karyawan), yang berarti juga yang memberi ilmu (kepada sesama), yang memberi manfaat (pada orang banyak). Maka anggota komunitas TDA adalah para pengusaha dan calon pengusaha yang mempunyai usaha, yang berminat mengembangkan usaha dan yang ingin mengetahui informasi peluang dan perkembangan usaha (bisnis).

Salah satu media yang digunakan “hanya sebagai alat” untuk berkomunikasi adalah milis (mailing list). Milis ini mempunyai misi untuk menjadi sarana berbagi (sharing) dan komunikasi bagi para pengusaha, calon pengusaha atau pengusaha pemula untuk bersama-sama membuka pasar, menjalin kerja sama dengan produsen, mencari alternatif dukungan finansial dan saling membimbing.

Dalam perkembangannya, agar komunikasi lebih efektif, maka dibentuk kelompok diskusi yang lebih kecil berdasarkan kawasan geografis dimana anggota atau aktifitasnya berada. Salah satu diantaranya adalah TDA Joglo atau Tangan Di Atas daerah Jogja – Solo dan sekitarnya yang dibentuk pada tahun 2007. Awalnya TDA Joglo dibentuk sebagai bagian dari komunitas TDA yang dibentuk di Jakarta oleh Bapak Roni Yuzirman pada tahun 2006 yang pada saat ini sudah mempunyai lebih 1.850 anggota yang tersebar di seluruh Indonesia sampai ke manca negara.

Dalam perkembangannya kini, TDA Joglo tidak hanya berkonotasi georafis untuk mewadahi kegiatan bisnis anggotanya di daerah Jogja – Solo dan sekitarnya saja. Embel-embel “joglo” berarti bangunan tradisional Jawa yang melambangkan sebagai pelindung atau wadah bagi segenap anggotanya yang merasa memiliki ikatan emosional kedaerahan khususnya wilayah Jateng – DIY (tidak dalam pemahaman yang eksklusif dan fanatis). Diharapkan komunitas ini dapat berkembang di daerah-daerah sehingga akan semakin menguatkan jaringan kerja antar anggotanya yang tersebar di seluruh Indonesia dan manca negara.

Istilah-istilah yang sering digunakan dalam komunitas ini, antara lain :

  • TDA (Tangan Di Atas, adalah sebutan bagi mereka yang sudah sepenuhnya menjadi pengusaha, tidak perduli seberapa besar atau kecilnya skala usaha atau bisnisnya).
  • TDB (Tangan Di Bawah, adalah sebutan bagi mereka yang masih berprofesi sebagai orang gajian, pegawai/karyawan, tidak perduli seberapa besar atau kecilnya perusahaan tempatnya menerima gaji atau seberapa besar gaji yang diterimanya).
  • Amfibi (sebutan bagi mereka yang menjalankan fungsi ganda antara sudah TDA dan masih TDB).

——-

Hari Minggu yang lalu, 9 Maret 2008, bertempat di rumah saya di kawasan Umbulharjo, Yogyakarta, telah diadakan sebuah pertemuan kecil yang disebut dengan Master Mind (MM). Ini adalah kelompok kecil terdiri kurang dari 10 orang. Ada beberapa kelompok kecil yang dibentuk di bawah TDA Joglo yang berujuan agar diskusi dapat lebih fokus dan efektif. Dalam forum kecil inilah segala macam informasi atau permasalahan yang dimiliki atau dialami oleh anggota kelompoknya dapat didiskusikan bersama dan dipecahkan untuk dicarikan solusinya secara bersama pula.

Bagaikan sebuah keluarga, maka setiap orang merasa tidak sendirian dengan permasalahan usaha atau bisnis yang sedang dihadapinya, melainkan ada anggota keluarga lain yang membantunya. Kesuksesan yang sedang diraih oleh salah seorang anggota pun adalah kesuksesan bersama sehingga dapat menjadi motivator bagi anggota yang lain dalam mengembangkan usahanya.

Pertemuan Master Mind yang diadakan di rumah saya itu adalah pertemuan pertama bagi kelompok ke-4 dari Master Mind di wilayah Jogja, maka sebut saja kelompok ini dengan Master Mind 4 (MM4) TDA Jogja.

Anggotanya ada mas Memetz (seorang yang telah berpengalaman di bidang manajemen minimarket dan menekuni art & craft, masih berstatus amfibi), mas Djoko Mukti (seorang pengrajin tas berbahan natural yang baru saja banting setir dari TDB menjadi TDA), mas Ichsan Santoso, (seorang pengusaha toko swalayan dan grosir pakaian bernama “Manfaat Fashion”), mas Huda (aktif di dunia cetak-mencetak, masih berstatus TDB), dan saya sendiri yang tiga tahun lalu banting setir menjadi TDA dan lalu membuka usaha toko ritel bernama “Madurejo Swalayan”. Selain itu, pertemuan ini juga dihadiri mas Bams Triwoko (penggiat TDA Joglo yang tak kenal lelah memotivasi warganya, yang juga adalah pemilik berbagai bidang usaha).

Di antara beberapa topik yang didiskusikan dalam peremuan awal MM4 TDA Jogja ini adalah berbagai hal terkait dengan bisnis toko swalayan atau toko ritel. Dari sharing tentang pengalaman menjalankan bisnis toko ritel, maka berbagai masalah dan kendala yang selama ini sering dihadapi lalu diangkat sebagai topik diskusi. Banyak masukan-masukan sangat positif dan berharga dari para anggota MM4 TDA Jogja tentang bagaimana seharusnya atau sebaiknya hal itu ditangani dan dicarikan solusinya.

Bagi saya yang sedang merintis dan mengembangkan usaha toko “Madurejo Swalayan”, tentu saja bisa banyak belajar dari pengalaman dan semangat sedulur-sedulur muda yang telah menunjukkan semangat kewirausahaan yang sungguh luar biasa.

Rasanya pertemuan yang (padahal) sudah berlangsung hampir lima jam, tidak cukup untuk membahas berbagai hal. Waktu berlalu begitu cepat. Itu karena setiap kalimat yang diketengahkan sepertinya menjadi sangat berharga, sehingga menjadi tidak membosankan. Lebih berarti lagi dengan diselingi suguhan teh jahe, gorengan, nasi goreng dan bakmi.

Komitmen perlu dimantapkan, bahwa pertemuan pertama ini (Insya Allah) akan bersambung dengan pertemuan-pertemuan berikutnya dengan mengangkat berbagai topik dan permasalahan yang dihadapi oleh anggotanya untuk dicarikan jalan keluarnya, termasuk berbagai peluang yang dapat digali untuk dikembangkan.

Semoga pertemuan pertama MM4 TDA Jogja ini menjadi langkah awal yang baik, seperti halnya “spirit” yang sudah dibuktikan oleh anggotanya untuk menuju rumah saya di Umbulharjo yang ternyata alamatnya rodo angel golek-golekane (agak susah dicarinya) di saat sore menjalang petang di bawah cuaca hujan deras. Hanya karena motivasi yang tinggi saja yang menjadikan pertemuan pertama MM4 TDA Jogja jadi berlangsung, meski hujan turun sangat deras dan listrik sempat padam di awalnya.

Maka, “Madurejo Swalayan” siap untuk berkembang lebih cepat seiring dengan karep-nya yang punya toko, bukan sekedar membangun bisnis kecil-kecilan, melainkan dengan visi besar-besaran. Insya Allah… God Speed…

Umbulharjo – Jogja, 10 Maret 2008
Yusuf Iskandar

In Memorium Pak De HMS — Sustainable Business

27 Januari 2008

SoehartoInnalillahi wa inna ilaihiroji’un…

Bapak Pembangunan itu telah tiada tadi siang, Minggu, 27 Januari 2008, jam 13:10 WIB. Semoga arwahnya diterima di sisi-Nya sesuai dengan amal ibadahnya (dan, biar Allah swt. sendiri yang memberi rapor atas amal ibadahnya itu).

Terlepas dari masalah hukum yang dihadapi oleh Haji Muhammad Soeharto (HMS) selama dekade menjelang akhir hayatnya, ada hikmah positif yang saya petik dari beliau di awal kepemimpinannya.

Tangan besinya telah menjaga, mengawal dan mensukseskan “teori” yang diyakini keampuhannya sejak awal memimpin negeri ini, yaitu Trilogi Pembangunan. Bahkan telah mematahkan teori ekonomi pembangunan yang hanya bertumpu pada pertumbuhan ekonomi, thok. Sedangkan, Pak De HMS meraciknya menjadi Trilogi Pembangunan yang diawali dengan Stabilitas, baru Pertumbuhan, dan akhirnya Pemerataan. Lengkapnya :

  • Stabilitas Nasional yang dinamis
  • Pertumbuhan Ekonomi Tinggi, dan
  • Pemerataan Pembangunan dan hasil-hasilnya.

“Teori” Trilogi Pembangunan itu lalu diimplementasikan melalui program Pembangunan Jangka Panjang (PJP) selama lima kali Pelita (5 x 5 tahun = 25 tahun). Barangkali karena beliau khawatir PJP tidak tercapai sesuai impian mulianya, maka Pak De HMS “merasa perlu” untuk mengawal dan memimpin sendiri menjadi pimpronya. Untuk itu, maka beliau “terpaksa” harus menjadi presiden minimal untuk waktu 25 tahun ke depan, sejak dicanangkannya Pelita Pertama pada tanggal 1 April 1969.

Namun sayang, di tengah perjalanan banyak anggota keluarga besar timnya yang terlena sehingga banyak yang terpeleset dan keenakan dalam terpelesetnya. Terus dan terus, berurat berakar. Jama’ah yang terpeleset pun semakin tahun semakin banyak. Akhirnya menjadi “salah kaprah” secara berjama’ah pula, hingga sepertinya menjadi kebenaran kolektif. Dan, Pak De HMS terperosok bak ketua Paguyuban.

Namun tidak dipungkiri, bahwa “teori” Trilogi Pembangnannya terbukti sukses dikawal hingga babak terakhir, sampai akhirnya Pak De HMS lengser keprabon.

***

Obsesinya untuk mensejahterakan rakyatnya dengan cara mengawalnya sendiri pelaksanaan PJP, terbukti berhasil (sekali lagi, terlepas dari aneka ria dakwaan, sangkaan, tuduhan, terkait KKN). Barangkali tanpa disadari oleh beliau, bahwa sejak awal kuartal pertama tahun 1969, hanya obsesi itulah yang ada dalam benak dan pikiran Pak De HMS. Dan, itu barangkali dapat digambarkan sebagai mulai bekerjanya “law of attraction” (hukum tarik-menarik) yang terpancar dari pikiran beliau. Hingga akhirnya berhasil diwujudkan pada 25 tahun kemudian.

Sekali lagi, namun sayang, pancaran pikiran positif atas obsesi Pak De HMS, pada babak-babak akhir kepemimpinannya terkontaminasi oleh pikiran positif (juga) akan virus kenikmatan dan keenakan menduduki kursi goyang ketua “Paguyuban Indonesia”. Maka, “law of attraction” pun bekerja untuk kedua pikiran positif yang (disadari atau tidak, direncana atau tidak) terpancar bersamaan dalam pikiran Pak De HMS.

Dalam pikiran Pak De HMS, bahwa skenario sustainable development atau pembangunan berkelanjutan selama PJP harus sukses dan sukses, Pelita demi Pelita, meski untuk itu beliau harus tersandung-sandung mengendalikan sendiri wadya bolo timnya dan ketidakpuasan stakeholder lainnya. Tidak boleh ada yang mbalelo. Kalau ada yang merintangi pun akan digebugnya. Pokoknya pembangunan berkelanjutan harus sukses..ses..ses..ses…

Jadi, lalu apa urusannya?

Sebagai pengelola warung ritel ndeso, “Madurejo Swalayan”, pantas rasanya kalau saya mengambil inspirasi dari semangat tanpa menyerah (meski tidak harus dengan tangan besi yang seakan-akan menghalalkan segala cara), tentang bagaimana mengurus warung seperti mengurus negara (dan, jangan sebaliknya).

Sustainable business harus dijaga kinerjanya, jangan hanya bulita demi bulita (business lima tahun), melainkan obsesikan bahwa bisnis itu akan berlangsung lima kali bulita, syukur lebih. Pancarkan pikiran positif dan obsesi sustainable business sebagai pancingan bekerjanya “law of attraction” untuk 25 tahun ke depan.

Menciptakan stabilitas kinerja toko di tahun-tahun awal. Meningkatkan pertumbuhan bisnisnya setinggi mungkin. Hingga kelak dapat melakukan pemerataan bisnis dan hasil-hasilnya. Kalaupun harus berjama’ah, maka itu adalah dalam rangka berbagi sukses dan kebaikan dalam bingkai hubungan antar manusia (mu’amalah) seperti yang digariskan oleh Sang Pemilik Alam Semesta.

Bisnis tidak selalu berarti usaha jual-beli, melainkan bisnis untuk urusan apa saja. Tidak sekedar “do it”, melainkan “plan it” sebaik-baiknya. Lalu pancarkan pikiran-pikiran positif akan pencapaiannya dalam jangka panjang.

Tidak mudah memang, tapi tidak berarti tidak bisa. Insya Allah. God speed…..!

Yogyakarta, 27 Januari 2008
Yusuf Iskandar

Salam…!

27 Desember 2007

Salam…..  Melalui lembaran-lembaran berikut ini, saya hanya ingin berbagi cerita dan pengalaman. Lembaran yang berisi catatan-catatan email yang pernah saya posting di seputar awal berdiri dan beroperasinya usaha toko ritel yang bernama “Madurejo Swalayan”. Anggap saja ini sebuah dongeng. Dan, dongeng itu – Insya Allah – masih akan berlanjut kisahnya.

Mudah-mudahan dapat menjadi inspirasi (dan provokasi) bagi siapa saja yang sedang gundah bin gulana, piya-piye, bingun (tanpa ‘g’) bagaimana harus memulai berwirausaha.

Meski tidak mudah, saya berhasil memulainya. Dan haqqun-yakil siapapun pasti juga bisa memulainya. Semoga kesuksesan senantiasa menyertai siapa saja yang bekerja keras.

Penghujung Desember 2007
Yusuf Iskandar