Indonesia menggelar agenda spesial Rembug Nasional, “National Summit”, hari ini di gedung Bidakara, Jakarta, yang lalulintas di depannya lantas macet total. Ada yang menarik di sana. Bukan macetnya, melainkan sambutan Presiden daripada negara Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang menjuduli pidato resminya : “Siapa Bilang Indonesia Tidak Bisa?”
Benang merah dari sambutan SBY yang terkesan santai tapi serius itu adalah paparan rahasia (tapi boleh, bahkan harus diketahui semua kalangan), tentang bagaimana mencapai sasaran lima tahun ke depan, 2009 – 2014 (melewati tanggal “ajaib” 21 Desember 2012). Rahasia itu adalah : pro-growth (pertumbuhan), pro-job (lapangan kerja) dan pro-poor (pengurangan kemiskinan). Untuk mencapai tiga hal itu, ada tiga kata kunci yang mutlak diperlukan, yaitu : pemberdayaan (empowerment), kewirausahaan (entrepreneurship) dan inovasi teknologi (innovation).
Catatan khusus yang melekat di pikiran saya adalah ketika SBY menguraikan panjang-lebar perihal kewirausahaan (entrepreneurship). Indonesia jauh ketinggalan dalam mengembangkan semangat atau jiwa kewirausahaan di kalangan masyarakatnya. Kalau Amerika sudah pada tingkat sekitar 15% rakyatnya menggeluti dunia kewirausahaan, maka Indonesia masih kurang dari 1% dari lebih 230 juta penduduknya. Padahal jiwa kewirausahaan itulah yang diharapkan menjadi motor penggerak roda perekonomian.
Karena itu pemerintah, dunia usaha dan komponen-komponen lainnya harus bekerjasama membangun jiwa kewirausahaan bangsa ini. Secara eksplisit SBY meminta dilakukannya reformasi pendidikan dari tingkat pendidikan paling rendah hingga paling tinggi. Kata ajaib ‘reformasi pendidikan’ untuk membangun jiwa kewirausahaan, sungguh ini bukan perkara sepele dan bukan pekerjaan mudah. Artinya, sistem pendidkan yang ada selama ini dinilai ‘kurang tepat sasaran’. Harus direformasi. Harus dirombak. Harus disusun-ulang….. (Wah, blaik……..). Tapi itulah konsekuensinya jika ingin mengubah mental anak didik dari berorientasi lulus berijazah dengan index prestasi pol-polan lalu mencari kerja, menjadi lulus dengan kemandirian karena memiliki jiwa kewirausahaan yang siap tempur.
Bak seorang motivator, SBY menegaskan bahwa jiwa kewirausahaan itu harus ditingkatkan habis-habisan….. Pilihan kata ‘habis-habisan’ ini seolah memperkuat keinginan seorang presiden bahwa langkah rahasia terkait jiwa kewirausahan (entrepreneurship) ini bukan main-main. Sebab SBY melihat bahwa saat ini dan setidak-tidaknya lima tahun ke depan, tuntutan kebutuhan dan pencapaian rakyat dan bangsa Indonesia semakin berat. Dan (karena itu) Indonesia membutuhkan : jiwa kewirausahaan. Ya, jiwa kewirausahaan yang mandiri, tangguh, terampil dan trengginas (bahasa Jawa yang esensinya : lincah, inovatif, siap tempur dan tidak mudah menyerah). Alokasi dana 20 trilyun akan disiapkan untuk menunjang geliat kewirausahaan bangsa ini.
Peluang terbuka lebar. Sama halnya tantangan juga membentang luas. Tinggal siapa cepat menangkapnya, maka dialah yang akan memetik hasilnya. Harapannya tentu bukan “itu-itu saja” yang akan memetik hasilnya, melainkan merata hingga ke pelosok tanah air yang tanah dan airnya akhir-akhir ini sering menjadi sumber bencana sekaligus sumber penghidupan. Ada baiknya mempertimbangkan ajakan : Jangan menunggu sistem dibenahi baru berpikir tentang kewirausahaan, melainkan milikilah jiwa wirausaha kemudian benahi sistem yang menyertainya.
Hidup Wirausaha…!
Yogyakarta, 29 Oktober 2009
Yusuf Iskandar