Archive for the ‘Hari Valentine Dimana Coklat Laku Keras’ Category

Hari Valentine, Dimana Coklat Laku Keras

14 Februari 2010

Bagi pekerja bakulan atau pedagang mracangan atau ritel seperti saya, momen Hari Valentine tentu pantas dirayakan. Bukan untuk merayakan atau memaknai peristiwanya, sebab kalau hal itu saya lakukan pastinya saya akan diprotes oleh jutaan saudara Muslim sebangsa dan setanah air. Melainkan merayakan untuk memperoleh kebaikannya.

Kebaikan Valentine? Bukan! Valentine dari dulu kala sudah baik-baik saja. Tapi kebaikan orang-orang yang memanfaatkan momen Valentine sebagai sebuah hari yang “enak dan perlu” membeli coklat. Sebab pada hari ini, coklat adalah komoditas yang enak dimakan dan perlu…..

Apapun agama seseorang, momen tanggal 14 Pebruari seringkali disambut sebagai hari yang tepat untuk mengekspresikan saling berkasih dan bersayang seolah-olah 364 hari lainnya dianggap tidak tepat, terutama bagi mereka yang memang sedang berada dalam situasi perkasih-sayangan. Tapi entah kenapa perkasih-sayangan itu kok dilambangkan dengan coklat. Sampai-sampai almarhum Gombloh mengilustrasikan dalam sebuah nyanyiannya : “Kalau cinta sudah melekat, tahi kucing rasa coklat”. Lha iya, siapa sih yang kurang kerjaan merasai tahi kucing…..

Lebih dari sekedar urusan tahi kucing, eh maksud saya coklat, bagi penggiat mracangan atau ritel, tanggal 14 Pebruari disambut sebagai hari panen raya berjualan coklat. Tidak terkecuali dua toko saya (maaf agak narsis sedikit, “Madurejo Swalayan” dan “Bintaran Mart”, keduanya di Jogja), sejak jauh hari sudah menyiapkan diri dengan menambah stok coklat, terutama permen coklat yang harganya relatif lebih mahal.

Ya, bukan salah saya kalau toko saya berniat menyambut Hari Valentine. Malah saya pikir toko saya justru membantu menfasilitasi bagi mereka yang memiliki uang lebih kemudian ingin bersedekah dengan memberi hadiah coklat kepada temannya, saudaranya, pacarnya, orang-orang yang disayanginya, atau orang lewat sekalipun. Semua baik-baik saja. Yang tidak baik adalah kalau untuk bersedekah kemudian mengutil di toko saya. Dan ini pernah terjadi….. It’s OK, saya pun ingin bersedekah meski terpaksa (sebab di dalam hati mengumpat : “Kurang ajar…!”).

Oleh karena itu, bagi penggiat bisnis ritel, Hari Valentine adalah salah satu hari dimana boleh berharap ada sedikit panen raya meningkatnya omset penjualan (juga keuntungan, tentu saja) dari hasil penjualan coklat. Maka kalau saya menyambut Hari Valentine, itu tidak ada urusannya dengan halal atau haram, sebaiknya atau tidak sebaiknya, pahala atau dosa, melainkan adalah menyambut sebuah hari dimana coklat di tokoku laku keras, melalui sebuah transaksi bisnis yang benar menurut kaidah hukum negara maupun agama.

Kepada sesama penggiat bisnis ritel, saya sampaikan : “Selamat merayakan Hari Valentine, dimana coklat laku keras”.

Yogyakarta, 14 Pebruari 2010
Yusuf Iskandar