Pengantar:
Tulisan berikut ini adalah kutipan dari cersta (cerita status) saya di Facebook yang penulisannya sudah saya edit kembali agar lebih enak dibaca. Sekedar ingin berbagi…
——-
(1)
Minimarket saya berlokasi tidak jauh dari Superindo di kota Jogja. Celetuk seorang pembeli: “Kok berani sih?”, maksudnya buka pasarmini di dekat pasarsuper.
Jawab “boss” saya lugu: “Rejeki kan sudah ada yang mengatur…”.
Yang dikatakan “boss” saya benar, tapi tidak menjawab. Bahwa antara pasarsuper dan pasarmini tidak bisa dibandingkan. Pasarsuper menjadi tujuan pembelanja berkantung tebal, sedang pasarmini menjadi tujuan “orang lewat” yang mampir belanja…
(2)
Keluarga yang ingin mencukupi kebutuhan mingguan atau bulanannya umumnya rela jauh-jauh mencari pasarsuper sekalian rekreasi. Tapi orang yang tiba-tiba kepingin udut, atau mau menyuguh tamu gulanya habis, atau mendadak kehausan, pasti lebih suka ke pasarmini yang biasanya tidak ngantri dan tidak mbayar parkir. Juga anak-anak yang hanya punya uang jajan Rp 500,-
Jadi? Ya jualan saja sejual-jualnya… Wong yang membelinya beda…
(3)
Itu kan teorinya, antara pasarmini dan pasarsuper. Lha prakteknya? Ya jualan saja terus. Kalau tidak laku? Pelajari agar laku. Kalau rugi? Upayakan agar tidak rugi. Kalau sepi pembeli? Cari cara agar tidak sepi… Maka nasehat seperti apalagi yang diperlukan?
Haha.., jangan terprovokasi. Jawaban atas: pelajari, upayakan dan cari cara, tentu saja tidak tiba-tiba mecothot (muncul) dari kuburan keramat yang dikembangi. Tapi pasti hasil dari belajar dan kerja keras.
(4)
Kemauan belajar dan kerja keras bukan mudah. Hanya mungkin dilakukan kalau seseorang mencintai apa yang dilakukannya. Ya, keyword-nya adalah cinta. Karena itu ketika memilih apa yang mau diusahakan, gunakan energi positif orang yang sedang jatuh cinta.
Ada apa dengan orang ini? Walau matahari terbit dari utara, walau hujan badai menghalangi, walau kepala jadi kaki dan kaki jadi kepala, apapun dilakukan demi yang dicintainya. So? Jatuh cintalah sebelum ber(wira)usaha.
(5)
Sedang asyik-asyiknya menggagas tentang ber(wira)usaha dengan energi cinta, lha kok tadi malam acara Bukan Empat Mata menampilkan ndang ndut rock berjudul “Persetan”.
Liriknya:
Cinta membuat susah pikiran
Serta mengurangi nafsu makan
Akhirnya bisa menguruskan badan
Apalagi kalau patah hati
Sedang menyinta ditinggal pergi
Akhirnya bisa mati bunuh diri…
(Kok hafal? Lha yo dicatet no… Perlu keahlian tersendiri untuk bisa menulis cepat. Haha…).
(6)
Wokkelah… Biar tidak ngoyoworo (membuang-buang waktu). Memulai (wira)usaha dengan niat untuk ibadah. That’s it!
Alasan minimal agar kita tidak sendiri, melainkan melibatkan (Yang Maha) Pihak Lain yang kita ibadahi itu. Alasan maksimal, kalau usaha kita ada masalah, maka pasti (ini janji-Nya)…, pasti (Yang Maha) Pihak Lain itu tidak akan membiarkan kita klepek-klepek ndili… Sedang niat-niat lain selain ibadah, jadikan itu sebagai pelengkap penggembira…
(7)
Maka marilah kita tengok kembali tag line dongeng saya ini: BERANI, BELAJAR, KERJA KERAS, CINTA, (WIRA)USAHA, IBADAH…
Lalu apakah kalau sudah memiliki modal dasar pembangunan usaha dari BERANI sampai IBADAH itu njuk… serta-merta sukses akan diraih? Ya, belum tentu…, enak aja! Tapi setidak-tidaknya kita sudah menyiapkan sebuah wadah untuk menampung rejeki yang mberkahi.., seberapapun banyak dan besarnya.
(8)
Banyak atau sedikit, besar atau kecil, rejeki (baca: keuntungan usaha) itu relatif, tergantung persepsi nafsu kita. Maka sebaiknya (ini sebaiknya lho…), mereka yang ber-KTP Islam, perlu melandasi dengan ikhlas untuk selalu bersabar dan sholat (lha ini repotnya, kalau sudah urusan ikhlas, sabar, sholat… Dan saya tidak ngarang-ngarang). Dan mereka yang ber-KTP non Islam, saya percaya pasti juga ada landasan yang kurang-lebih sama…
“Selamat Ber(wira)usaha”.
Yogyakarta, 27 April 2011
Yusuf Iskandar