Ketika gempa Jogja terjadi dua tahun yang lalu, tepatnya tanggal 27 Mei 2006, sesudahnya perhatian pemerintah dan masyarakat banyak tertuju kepada upaya rehabilitasi di bidang pembangunan fisik. Sedang perhatian kepada pemulihan sumber penghidupan khususnya ekonomi sangat kurang, apalagi di bidang pertanian yang terbukti sangat mendukung perekonomian masyarakat di pedesaan.
Dari latar belakang itulah, maka UN-FAO (United Nations – Food and Agriculture Organization) memprakarsai upaya pemulihan sumber penghidupan para pelaku industri rumah tangga berbasis hasil pertanian yang menjadi korban gempa. Dalam hal ini UN-FAO didukung oleh Program Kemitraan Indonesia-Australia (AUSAID) dan bekerjasama dengan berbagai lembaga donor dan mitra lokal.
Maka pembinaan dan pelatihan telah diberikan kepada kelompok masyarakat di dua wilayah, yaitu Desa Gondangan, Kabupaten Klaten dan Desa Srihardono, Kabupaten Bantul. Tujuan utamanya antara lain untuk pemulihan kapasitas produksi melalui penggantian aset usaha yang hilang, membangkitkan semangat berusaha (capacity building) dan pengembangan jaringan pemasarannya.
Kini, dua tahun setelah gempa, sebuah pertemuan digelar untuk membantu membuka akses pemasaran bagi produk hasil industri rumah tangga masyarakat korban gempa hasil binaan UN-FAO beserta segenap tim yang terlibat.
***
Tanggal 29 Mei 2008, bertempat di hotel Grand Quality Yogyakarta, kebetulan saya diundang untuk turut menghadiri pertemuan antara pelaku usaha kecil korban gempa (produsen) dengan mitra dagang yang adalah calon pembeli potensial yang diharapkan akan turut memasarkannya. Saya sebut kebetulan, karena sebenarnya kehadiran saya di luar skenario panitia, terbukti pihak penerima tamu kebingungan mau memasukkan saya ke kelompok mana karena nama saya belum ada di formulir daftar hadir.
Ndilalah saja kok ya beberapa hari sebelumnya ada teman baru di TDA Joglo (Mas Cahyadi Joko Sukmono dari Frontier Indonesia) yang mengundang via email, padahal belum pernah saling ketemu. Ndilalah juga kok ya saya pas bisa datang. Ndilalah lagi, di sana saya bertemu dengan Mas Memetz (sesama warga kelompok diskusi MM4 TDA Joglo). Maka saya yang mula-mula menyebut kehadiran saya sebagai pribadi, hingga akhirnya ketika di dalam ruangan spontan berubah mewakili toko saya (Madurejo Swalayan), sama seperti wakil dari toko-toko ritel lainnya yang ada di Yogyakarta yang hari itu juga diundang hadir, antara lain dari toko Swalayan Pamela, Maga, bahkan juga Carrefour. Mestinya masih ada lebih banyak lagi toko swalayan atau minimarket sejenis di Yogyakarta (saya tidak tahu persis, apakah tidak diundang atau berhalangan hadir).
Melalui acara yang diberi judul Temu Usaha itu diperkenalkan dan sekaligus dipromosikan aneka jenis produk makanan olahan yang telah disempurnakan dari sisi keragaman produksi dan penampilan atau kemasannya. Dari daerah Gondangan, Klaten, yang merupakan daerah sentra industri makanan kecil dipamerkan antara lain krupuk aneka rasa, karak, criping, sukun, lalu ada kacang telor, pangsit, dsb. Dari daerah Srihardono, Bantul, yang merupakan sentra industri rumah tangga berbasis pertanian diperkenalkan antara lain geplak, peyek, tepung aci, krupuk aci aneka rasa, onde-onde dan juga minyak kelapa.
Dari Temu Usaha ini diharapkan akan menjadi kunci pembuka bagi sebuah kerjasama pemasaran antara pelaku industri rumah tangga dengan para pengusaha sebagai mitra usaha yang berkelanjutan. Bagi pelaku industri yang boleh dikatakan usahanya telah hancur karena gempa, melalui forum ini akan memiliki semangat untuk bangkit dan menata kembali, serta memulihkan dan meningkatkan sumber-sumber penghidupan ekonominya.
Acara pokoknya banyak terfokus pada diskusi tentang prosedur atau tata cata untuk dapat turut menjualkan produk olahan makanan di toko-toko ritel. Juga tentang cara penyajian atau pengemasannya (hal yang paling sering menjadi kelemahan pengusaha kecil kita). Hingga diberikannya kesempatan kepada mitra usaha untuk mencicipi (ini bagian yang paling saya sukai…) dan memberi penilaian atas lebih 20-an jenis produk olahan makanan yang diperkenalkan, dipamerkan dan dipromosikan.
Patut diberi apresiasi kepada pemrakarsa dan semua pihak yang terkait dengan program peduli kelompok usaha kecil semacam ini, baik FAO atau siapapun juga. Kepedulian terhadap upaya pembinaan dan pendampingan pengembangan bisnis masyarakat kecil semacam ini agaknya memang langka menjadi perhatian. Setidak-tidaknya agar sebagian dari masyarakat yang ekonominya sempat hancur terpuruk diporak-porandakan oleh gempa Jogja dua tahun yang lalu, bisa bangkit kembali untuk membangun sumber-sumber penghidupannya. Dan, tidak sekedar kembalinya bangunan fisik rumah saja, melainkan juga penghidupan di dalamnya.
Sebuah langkah kecil karena tidak bisa menjangkau semua kawasan korban gempa, namun juga sebuah langkah besar di antara banyak pihak yang kurang (sempat) memperhatikannya, bahkan pemerintah sendiri banyak mengalami kendala dan keterbatasan di sektor ini.
Yogyakarta, 4 Mei 2008
Yusuf Iskandar
(“Madurejo Swalayan” tentu saja ingin berperanserta sebisanya….., dan kali ini baru bisa bertemu dan bisa mencicipi….., berikutnya bisa turut menjualkan….. Pokoknya harus bisa saling membantu dan bisa saling menguntungkan….. Kalau Indonesia saja Bisa…!, apalagi Madurejo, buisa biyangeth….).