Semata-mata faktor kebetulan kalau ikrar kebulatan tekad kami untuk membuka toko swalayan berkonsep modern itu baru dicetuskan sekitar tiga setengah bulan sebelum bulan puasa tiba tahun lalu. Mula-mula memang agak pesimis, apa bisa terkejar untuk buka sebelum puasa tiba? Maka disusunkah strateginya. Kalau Plan-A itu gagal, maka harus ada Plan B, yaitu buka di tengah bulan puasa menjelang hari Lebaran. Lalu dicadangkan juga Plan-C, buka kapan sajalah kalau sudah siap. Sebagai orang Jawa, Plan-C ini bisa saya terjemahkan menjadi alon-alon waton kelakon…….. Menganut pepatah “daripada – lebih baik”, padahal tekad kami adalah “harus”. Oleh karena itu Plan-C dicadangkan dengan target agar kalau bisa jangan sampai terjadi.
Alternatifnya tinggal Plan-A harus berhasil. Sesial-sialnya (jika terjadi faktor wallahu a’lam, hanya Tuhan yang tahu, maka Plan-B harus berhasil). Kata “harus” dalam hal ini menjadi sugesti tersendiri agar kami bekerja lebih keras mencapai target. Bak sedang dikejar kirik edan (anak anjing gila) sehingga mampu berlari sipat kuping dan melompati pagar rumah Cina. Dan kirik itu adalah hari “H”, hari pertama buka toko. (Kini kirik itu sudah berhasil mengejar, tahun Imlek 2557 – Tahun Anjing 2006 Masehi – sudah dimulai. Siapa tahu ruh sejarah dunia berulang dan merasuki pada diri kita yang kecil ini. Sejarah dimana globalisasi perdagangan dunia mencapai masa kejayaannya di jaman Dinasti Ming pada Tahun Anjing 1418 Masehi).
Lebih detil lagi, tanggal buka toko diusahakan pada akhir bulan atau awal bulan. Itu periode dimana orang-orang gajian baru menerima upah bulanannya. Lebih spesifik lagi, hari buka toko diusahakan jatuh di hari Sabtu atau Minggu. Itu hari dimana para buruh atau pekerja lepas baru menerima upah mingguannya, dan juga waktunya orang-orang suka jalan-jalan di akhir pekan. Ya, pertimbangan yang biasa-biasa saja. Dari pertimbangan sederhana itu maka ditemukanlah hari baik untuk grand-opening toko. Tentu saja tidak boleh menyalahkan kalau ada orang lain yang merasa perlu tanya “orang tua” atau “orang pinter”, atau membolak-balik kitab primbon, atau melakukan topo-broto guna menemukan hari baik untuk buka toko. Monggo-monggo saja….
Apakah ada pengaruhnya, mencari waktu yang pas untuk grand-opening toko? Bagi toko lain di lokasi lain, bisa jadi nggak ngaruh…., tapi bagi “Madurejo Swalayan” akan ada pengaruhnya. Latar belakangnya waktu itu seperti ini : “Madurejo Swalayan” adalah toko baru berkonsep modern di pinggiran kota, ada kelemahan dalam hal lokasi, relatif jauh dari kompleks pemukiman penduduk, pengelolanya belum berpengalaman, dan akan perlu waktu untuk bisa dikenal dan ditujui calon pelanggan. Maka wajar kalau diam-diam ada kekhawatiran, bagaimana kalau setelah toko buka lalu sepi pengunjung, tidak ada pembeli oleh sebab banyak hal. Njuk, semangat mengendor karena kurang sabar dan telaten.
Nah, periode bulan puasa hingga hari Lebaran adalah periode epidemi tahunan virus “ingin belanja” datang menyerang dan periode musimnya konsumen menomor-duakan faktor kualitas dan harga. Ada uang, ada barang, ada kebutuhan mendesak, maka transaksi akan terjadi. Bukan maksudnya meraih kesempatan di tengah kesempitan orang lain. Melainkan karena ada atau tidak ada “Madurejo Swalayan”, pagebluk konsumerisme itu akan tetap terjadi, dimana saja. Daripada masyarakat Madurejo dan sekitarnya mesti jauh-jauh ke kota Yogya untuk melampiaskan keinginan belanjanya, mbok ya tidak usah jauh-jauh, wong di dekatnya sudah ada “Madurejo Swalayan”, begitu kira-kira pikiran lugu saya bekerja waktu itu.
Maka kalau khayalan saya itu terjadi, paling tidak selama periode awal saya membuka toko, ada optimisme bahwa usaha saya berjalan dan toko saya dikunjungi orang. Selebihnya, sambil mengoreksi dan memperbaiki kesalahan-kesalahan awal yang terjadi. Optimisme semacam ini penting, terutama bagi orang-orang yang sulit mengendalikan kesabarannya. Bagaimanapun sejak awal kami tim manajemen “Madurejo Swalayan” sudah memantapkan hati bahwa kami harus bersabar dan tekun mengumpulkan keuntungan cepek-nopek setiap hari. Bahwa kami tidak boleh cepat menyerah jika ternyata usaha ini terseok-seok jalannya. Bahwa kami harus telaten beranjak dari kekurangan yang satu ke kesalahan yang lain serta kudu cermat menapak selangkah demi selangkah.
Alhamdulillah, puji Tuhan….., hari-hari menjelang lebaran ternyata memang hari-hari panen raya. Jika di hari-hari awal sejak grand-opening, omset toko per harinya naik-turun pada tingkat yang tidak terlalu baik tidak terlalu buruk (sebaiknya tidak usah menyebut angka rupiah, nanti ndak diintip calon kompetitor). Maka di hari-hari menjelang lebaran, omset bisa naik menjadi dua, tiga bahkan lima kali lipatnya. Inilah optimisme awal yang sangat berharga, minimal saya menjadi lebih bersemangat berkata kepada tim manajemen “Madurejo Swalayan” bahwa ternyata : “Bersama kita bisa…….!”.
Peningkatan omset yang luar biasa itu hanya terjadi di seputaran hari lebaran saja. Selewat lebaran ya kembali lagi ke level semula yang tidak seberapa rendah dan tidak seberapa tinggi. Minimal, telah terbangun semangat dan terbersit optimisme bahwa kami bisa mengelola usaha ini.
Dalam kaitannya dengan kinerja toko, harus diwaspadai bahwa kinerja di seputar lebaran itu bukanlah mencerminkan kinerja toko yang sebenarnya. Kalau saya tarik data omset harian selama beberapa bulan pertama ini, maka hari-hari di seputar lebaran harus saya perlakukan sebagai anomali (penyimpangan) data. Maka untuk memperoleh data yang representatif, hasil pencapaian di seputar hari lebaran harus saya buang dari kompilasi data untuk keperluan analisis atau evaluasi performance toko
Kini, setelah “Madurejo Swalayan” melangkah di bulan keempat, data omset harian mulai menampakkan kinerja yang sebenarnya. Secara keseluruhan belum dapat dikatakan bagus-bagus amat, tapi sudah mulai menunjukkan kecenderungan (trend) positif. Tiba saatnya untuk mulai mengerahkan kemampuan dalam menganalisis dan mengevaluasi, menthelengi (menatap dalam-dalam) data dan mengaitkannya dengan apa yang sedang terjadi di “lapangan“.
***
Agaknya semangat seperti yang dialami “Madurejo Swalayan” ini juga yang melandasi kenapa supermarket “Diamond” di lantai dasar Saphir Square Mall Yogya yang belum jadi itu, juga memaksakan diri untuk mulai beroperasi di bulan puasa tahun lalu kendati prasarananya masih seadanya. Ya itu tadi, memanfaatkan momentum pagebluk konsumerisme menjelang hari lebaran.
Bagi mini-market atau toko ritel baru yang berlokasi di tengah komunitas yang mayoritas calon pelanggannya adalah masyarakat muslim, maka momentum bulan puasa atau hari lebaran kiranya dapat dijadikan tonggak untuk menentukan hari baik sebagai hari pertama buka toko. Bagi daerah lain, barangkali momentum Natal dan Tahun Baru bisa jadi lebih mengena. Atau, pada kondisi-kondisi tertentu, barangkali dapat diambil momentum hari perayaan 17-an, Hari Kartini, Hari Raya Kurban, Waisak, Imlek atau hari-hari besar tertentu lainnya. (Kalau suatu saat nanti “Madurejo Swalayan” akan membuka cabang di Bali, maka akan saya hindari Hari Raya Nyepi sebagai hari pertama buka toko……)
Setelah hari “H” rencana grand-opening toko ditentukan, lalu tarik waktu mundur dan persiapkan sekitar empat sampai enam bulan waktu efektif untuk ancang-ancang. Kalau tokonya ternyata malah juga belum mulai dibangun, maka periode ancang-ancangnya perlu diperpanjang lagi. Perkecualian kalau : Pertama, Anda tergolong jenis mahluk yang bisa me-manage beban stress akibat pekerjaan yang tumpuk undung. Kedua, Anda akan menyerahkan pengelolaan toko kepada orang lain, termasuk kalau Anda berencana menjadi terwaralaba, maka lupakan semua gagasan tentang “timing” di atas (maksudnya, biar orang lain yang mikir, bukan Anda….).
Kendati demikian, kalau toko Anda sudah siap mulai jualan hari ini, sementara bulan puasa akan tiba enam bulan lagi, ya janganlah kalau lalu keukeuh menunggu bulan puasa saja sebagai hari baik untuk mulai buka tokonya. Keburu modal kerja Anda bablasss…… Kelamaan mengelus-elus dan menghitung-hitung ulang simpanan modal, akhirnya Anda keduluan terserang virus konsumerisme. TV, kulkas, sepeda motor, mobil di rumah yang selama ini baik-baik saja, tiba-tiba ingin ditukar dengan yang lebih baru seperti yang ada di iklan televisi. Dinding, jendela dan teras rumah yang sebenarnya tidak bermasalah tiba-tiba ingin dibedah dan direnovasi. Rak yo kojur tenan……. (benar-benar celaka….).
Madurejo, Sleman – 29 Januari 2006 (Tahun Baru Imlek 2557).
Yusuf Iskandar