Archive for the ‘(05) Peluang Itu Ternyata Ada Di Mana-mana’ Category

(5) Peluang Itu Ternyata Ada Di Mana-mana

13 Desember 2007

Dulu sewaktu saya masih menjadi orang gajian, sesekali saya suka iseng tanya-tanya orang, kira-kira peluang bisnis apa ya yang bisa dikerjakan di Yogya (atau di mana sajalah). Biasanya orang yang saya tanya akan menjawab :  “Wah, buuuanyak sekali…….”. Sangking banyaknya sehingga untuk menyebut satu saja susah.

 

Kini sewaktu saya tidak lagi jadi orang gajian (entah sementara, entah seterusnya…..), gantian saya ditanya oleh banyak teman, peluang bisnis apa ya yang bisa dikerjakan? Saya pun menjawab : “Wow…, buuuanyak sekaleee…….”. Saking buanyaknya sehingga memang susah untuk diperinci satu per satu. Sekarang saya baru tahu, memang nyatanya demikian. Peluang bisnis ada di mana-mana, tapi susah untuk menyebut mana yang paling baik. Tinggal pilih mau yang model dan gaya apa.

 

Rasanya tidak salah kalau saya kelewat percaya diri, bahwa yang namanya peluang (opportunity) itu tidak akan pernah habis digali dan tidak akan pernah selesai digarap. Pating tlecek ning ngendhi-ngendhi….., berserakan di mana-mana. Boleh percaya boleh tidak. Tapi biasanya baru akan percaya setelah benar-benar mulai memasuki “alam peluang” itu tadi. Karena tahapan yang paling sulit adalah : memulainya ituuu…….

 

Omong-omong soal peluang bisnis, saya sebenarnya agak sungkan untuk cerita banyak-banyak (Agak tahu dirilah…. Wong pengalaman bisnisnya baru sak uprit kok sudah ngomong aneh-aneh. Maka ya yang sedikit itu saja yang ingin saya bagikan kepada yang mau.…..). Dan satu-satunya pengalaman agak banyak yang saya miliki dalam hal ini adalah pengalaman berpikir. Maka yang sebaiknya saya omong-omongkan berikut ini ya hanya sekedar pemikiran tentang peluang bisnis saja. Selebihnya kita tinggal tidur saja sambil memikirkannya ramai-ramai seperti potong padi di sawah.

 

Wong namanya baru pemikiran, maka untuk lebih mendalamnya mari dipikirkan secara berjamaah. Kalau hanya dipikir satu orang namanya pembebekan. Satu orang pegang tongkat lalu diacung-acungkan ke kanan, maka bebek-bebeknya rame-rame ke kiri. Ada juga bebek-bebek yang bandel dan larinya kencang hingga membuat kalang kabut teman-temannya. Begitu sebaliknya. (Seperti angkot atau bis kota, lampu sign kedip-kedip ke kiri, eh enggak tahunya nyosor ke kanan. Malah terkadang tiba-tiba mak jegagik berhenti, baru lampu sign menyusul dikedip-kedipkan. Makanya hati-hati kalau berkendaraan di belakang angkot atau bis kota. Membebek memang lebih enak…..).

 

Kalau ternyata pemikiran yang akan saya paparkan ini ngoyoworo (membuang-buang waktu dan enerji saja), jangan rikuh untuk segera beranjak pergi ke toko buku membeli buku-buku tebal yang mahal-mahal karya orang-orang pinter, yang terkadang susah dipahami dan akhirnya malah menghiasi lemari ruang tamu. Hingga akhirnya satu-satunya peluang yang tertinggal adalah peluang menjadi konsumen yang baik. Bukan salah juga.

 

***

 

Menurut pemikiran saya, sebaiknya tidak perlu gusar atau bingung bertanya-tanya tentang peluang bisnis apa yang bisa dikerjakan. Karena sesungguhnya jutaan peluang itu ada bertebaran tepat di depan mata kita. Bagi orang yang sudah mataun-taun (bertahun-tahun) jadi orang gajian, memang terkadang sulit untuk melihat peluang-peluang yang sebenarnya sudah di depan mata itu. Saya merasakannya. Tapi cobalah untuk keluar garis atau keluar kotak, atau duduknya agak digeser, atau kaca matanya agak dimiringkan….. sedikiiiit saja. Kita akan surprise!Lho, ternyata di sini ada peluang, di sana ada peluang, di mana-mana ada peluang! 

 

Menghadiri seminar, mengikuti kursus, atau bercengkerama dengan kenalan, adalah salah satu cara yang  dapat diharapkan menjadi lantaran untuk menunjukkan adanya sebuah peluang. Tidak salah juga kalau mau ikut kursus menjahit, membuat hong kwe, bikin petasan, atau hadir di seminar cara mengatasi kepala mau pecah atau cara mengatasi jumbleng mampet. Bukan karena kita ingin punya sertipikat untuk buka usaha penjahitan, tukang kue, jual petasan, dukun pijat sakit kepala atau ahli jumbleng, melainkan hanya mencari pemicu, eee… siapa tahu di sana ditemukan petunjuk arah menuju peluang bisnis. Itu sebabnya berinvestasi untuk hadir di seminar atau ikut kursus atau mbayari kenalan makan siang, bukanlah pemborosan selama bukan karena ketimbang nganggur…..

 

Setelah peluang-peluang itu terlihat, terjadilah kebingungan tahap kedua. Mana yang cocok buat saya?. Semua nampak bagus prospeknya. Dalam membuat keputusan untuk mengambil sebuah peluang bisnis, saya tidak mau mengandalkan saran orang lain sebagai satu-satunya referensi (inilah kecenderungan jalan pintas kita, merasa belum punya pengalaman lalu menganggap saran atau pandangan orang lain adalah pilihan terbaik). Saran atau pandangan orang lain, porsinya hanya sebagai pembanding dan untuk membuka wawasan saja. Kalaupun akhirnya keputusan kita sama dengan yang disarankan oleh orang lain, maka itu murni karena keyakinan atas pilihan kita.

 

Saya yakin Anda pasti pernah mengalami hal-hal seperti ini : Suatu kali seorang teman Anda datang lalu dia bercerita tentang bisnis jual sembako atau mracangan kebutuhan sehari-hari. Katanya ini bisnis sangat bagus karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Lain waktu ada lagi teman lain bercerita tentang usaha bengkel atau jasa cuci kendaraan. Katanya sekarang ini jumlah kendaraan bermotor semakin banyak setiap tahunnya, dan pasti butuh bengkel dan tempat mencuci. Tidak lupa angka-angka statistik pun dipaparkan. Ada lagi teman lain mengusulkan tentang bisnis apotek atau toko obat. Katanya siapa yang tidak butuh obat, setiap orang kaya atau miskin pasti membutuhkannya (ini kata lain dari : setiap orang pasti bergiliran sakit).

 

Ada lagi yang menyarankan usaha toko besi atau material bangunan. Digambarkannya tentang pesatnya pertumbuhan kota yang pasti butuh sarana rumah, kantor, pabrik dan sebagainya yang kesemuanya perlu suplai material bangunan. Belum lagi peluang di bisnis propertinya. Datang lagi teman lain, dengan sangat bersemangatnya bercerita bahwa usaha warung makan atau restoran itu luar biasa prospeknya, lebih-lebih di kawasan dekat kampus atau perkantoran. Margin keuntungannya pun cukup tinggi. Dan masih banyak cerita, usul, saran, datang dari mana-mana tentang bisnis yang semuanya menggambarkan prospek yang bagus.

 

Apakah itu salah? Sama sekali tidak. Semua itu benar adanya. Hanya saja kita perlu jeli, apakah peluang bisnis itu akan cocok dengan karakter kita? Termasuk karakter di bawah bantal kita, juga karakter kita dalam mengelola resiko. Mana yang paling pas?

 

Karena itu ojo gumunan, jangan mudah terpesona. Kalau ada orang bikin pabrik garuk punggung lalu sukses jadi jutawan, maka Anda pun ingin menirunya karena mengira bahwa punya usaha garuk punggung adalah peluang bisnis yang bagus bagi Anda. Atau, ada orang yang dulu jual perkedel kacang tholo kelilingan yang sekarang punya dua truk, lalu Anda pun berkesimpulan bahwa bisnis jual perkedel kacang tholo adalah peluang bisnis yang baik bagi Anda. Atau, ada pengusaha sukses yang sekarang punya waralaba memandikan kucing, lalu Anda pun menyangka bahwa bisnis memandikan kucing adalah peluang bisnis yang menjanjikan.

 

Meniru kok jadi tradisi – Tanya kenapa? Untuk ini sebaiknya Anda percaya, bahwa apa yang baik dan cocok bagi orang lain belum tentu baik dan cocok bagi kita. Meniru sendiri bukan hal yang salah, bukan juga langkah bodoh. Melainkan ada beda antara meniru secara “Just Do It” dan meniru secara “Just Plan It”. Entoch, akhirnya harus meniru juga, go ahead…….!  

 

Lebih baik, buka mata, buka telinga, buka hati, lalu cup….., tangkap sebuah peluang yang dirasa paling cocok. Apapun peluang itu. Sekali lagi, apapun peluang itu, lalu garaplah!. Betapapun kecilnya, betapapun terlihat biasa-biasa saja, betapapun ndeso-nya. Menangkap peluang tidak serta-merta berarti harus dijalani, karena setiap peluang kemudian perlu ditimbang matang-matang sebelum mulai dieksekusi. Bisa jadi, peluang pertama yang ditangkap adalah bukan peluang yang “sebenarnya”, tapi mulailah merencanakan dan melakukannya dengan kesungguhan.

 

Kenapa peluang pertama barangkali bukan peluang yang “sebenarnya”? Karena peluang pertama ini siapa tahu hanya sebagai pintu masuk saja. Pintu masuk yang akan mengantarkan menuju ke peluang-peluang baru yang lebih potensial, prospektif dan lebih cocok ditekuni, yang merupakan hasil pancingan dari peluang yang pertama itu. Kelak seiring perkembangan usaha tinggal memutuskan akan melanjutkan untuk mengembangkan peluang pertama yang sudah dimulai, atau berkonsentrasi pada peluang turunan yang diyakini lebih cocok, atau malah menjadi konglomerat yang mengerjakan semua peluang yang ada.

 

***

 

Nah, kini biar saya tebak apa yang muncul di pikiran Anda. Sampeyan pasti sedang ngrasani saya : ini pengelola “Madurejo Swalayan” kayak yak-yak-o saja. Apa sudah mengalaminya? Saya pun harus menjawabnya dengan jujur : “Sudah, pengalaman saya kira-kira sudah tujuh-bulan jalan…….”.

 

Tinggal sekarang Anda yang memilih, di antara : Kisah sukses orang yang sudah malang-melintang di dunia bisnis selama lebih 20 tahun yang akhirnya membuat Anda terkagum-kagum dan terlena karena setelah itu Anda tetap tidak tahu apa yang mestinya dilakukan?. Atau, kisah belum sukses orang yang malang (belum melintang) yang baru nujuh-bulanan belajar bisnis (itupun kalau lagi mikir suka ditinggal tidur) tapi bisa membuat Anda seperti dibangunkan dari tidur? Its your call. Bagi saya, apa yang saya pikirkan sepanjang hayat dikandung badan adalah juga sebuah pengalaman.

 

Kalau saya, kalau saya ini lho….., lebih baik terlena tapi ada yang membangunkannya. Daripada teruuuussss terlena dan terkagum-kagum dan manggut-manggut dan larut dalam pujian kesana-kemari, eee…..tahu-tahu terserang bludrek ketika tiba-tiba anak perempuannya minta dinikahkan dan perlu biaya ngudubilah banyaknya (Anda pun masygul : rasanya baru kemarin lho dik, mas, mbak, pak de, bu de, setiap pagi saya mengantar dia ke sekolah……….. Dari jauh terdengar sayup-sayup siaran radio swasta niaga mengalunkan lagu berjudul “Terlambat Sudah”………).

      

Madurejo, Sleman – 22 Pebruari 2006.

Yusuf Iskandar