Archive for the ‘(22) Memasang Spanduk, Siapa Takut?’ Category

(22) Memasang Spanduk, Siapa Takut?

13 Desember 2007

Salah satu resiko bagi orang yang membuka usaha adalah didatangi orang yang minta sumbangan. Macam-macam alasan dan tujuannya. Menghadapi hal yang demikian, saya menetapkan policy, bahwa prioritas diberikan kalau permintaan sumbangan itu datang dari kalangan desa setempat. Di luar itu, sumbangan ala kadarnya saja. Bagaimanapun juga, masyarakat setempat adalah stakeholder yang perlu diberi perhatian lebih. Belakangan terpikir, bagaimana agar tidak sekedar memberi sumbangan, melainkan bisa saling take and give.    

 

Terakhir datang permintaan sumbangan dari panitia “mujahadah” desa Madurejo. Panitia ini akan menggelar acara mujahadah umum di Balai Desa yang akan melibatkan segenap warga masyarakat muslim desa Madurejo khususnya dan kecamatan Prambanan umumnya. Acara akan dipimpin oleh seorang Kyai yang cukup disegani di sana.

 

 

Mujahadah adalah istilah yang berasal dari bahasa Arab yang maksudnya berdoa dengan kesungguhan. Istilah majelis mujahadah dalam bahasa populer dapat disamakan dengan istilah majelis istighosah, dzikir bersama, doa bersama, dan yang semacam itu yang sempat “nge-trend” dimana-mana. Sebutan istilah mujahadah ini sangat lekat di kalangan masyarakat muslim di daerah seputaran Yogyakarta, khususnya yang berbasis di pesantren tradisional. 

 

Melihat latar belakang yang demikian, maka tidak ada salahnya forum ini dimanfaatkan sebagai ajang woro-woro (pemberitahuan). Sumbangan uang diberikan sebagai wujud tanggungjawab sosial toko “Madurejo Swalayan”, sekaligus sebagai ibadah bagi pemiliknya. Akan tetapi juga terselip sisi “muamalah”-nya bahwa sebagai pihak yang turut menjadi sponsor bagi acara tersebut, maka selembar spanduk bertuliskan logo, nama dan alamat toko akan dipasang di arena mujahadah.

 

Jadi, kalau memang diperlukan harus memasang spanduk, siapa takut? Meskipun “Madurejo Swalayan” belumlah ada apa-apanya dibandingkan dengan mini-market atau toko swalayan sejenis yang ada di Yogya bahkan di pinggirannya, namun siapa lagi yang akan nguri-uri (menghidup-hidupkan), kalau bukan dirinya sendiri. Dan, dirinya “Madurejo Swalayan” telah siap melakukan berbagai jurus untuk membesarkan dirinya.

 

***

 

Tiba waktunya pagelaran majelis mujahadah, acara berlangsung malam hari mulai sekitar jam 21:00 WIB hingga selesai tengah malam. Dari kejauhan saya lihat spanduk “Madurejo Swalayan” sudah terpasang disana. Dalam hati saya berkata, ratusan orang-orang saleh yang datang dari berbagai penjuru kecamatan Prambanan dan sekitarnya, tentu akan melihat dan membaca spanduk itu, saat mereka memasuki arena majelis mujahadah. Mereka pasti orang-orang saleh, paling tidak pada malam itu. Sebab kalau malam itu tidak saleh tidak mungkin mau menyempatkan hadir, bahkan berombongan dan berdesak-desakan naik truk atau angkutan bak terbuka, berbaju koko-bersarung-berpeci dan berkain kerudung. Semoga terkirim doa tulus bagi segenap warga masyarakat Madurejo dan sekitarnya, dan “Madurejo Swalayan” terselip di dalamnya. 

 

Tidak perlu berharap yang muluk-muluk. Cukup kalau ada lima sampai sepuluh orang saja dari ratusan yang hadir malam itu, terangsang ingin tahu lalu menyempatkan untuk mampir ke “Madurejo Swalayan” di lain hari. Tidak usah belanja, cukup kalau mau mampir saja. Sebab, multiplier effect dari yang sepuluh orang itu saja sudah luar biasa dampaknya bagi publisitas atau upaya pengenalan atas sebuah tempat usaha baru yang lokasinya ada di sekitar tempat tinggal mereka.

 

Terbukti beberapa hari sesudahnya, ada seorang ibu pegawai negeri siang-siang mampir ke toko (entah pulang dari kantor, entah mbolos dari kantornya), yang dengan jujur bercerita bahwa beliau baru tahu ada toko “Madurejo Swalayan” setelah membaca spanduk di acara mujahadah. Bingo….! Semoga masih ada sembilan orang lagi yang bernasib sama seperti ibu itu, meskipun tidak cerita. Itulah salah satu yang diharapkan dari jurus woro-woro, iklan atau promosi. Tentu bukan satu-satunya cara, masih banyak cara lain yang dapat ditempuh. Gagasan-gagasan dan terobosan-terobosan baru terus digali dan dipikirkan (seringkali sambil tidur…..).

 

Jika harus memasang spanduk untuk melakukan promosi, tidak selamanya berarti bagaimana mengajak orang untuk datang ke “Madurejo Swalayan”, melainkan juga bagaimana agar keberadaan “Madurejo Swalayan” dapat diterima dan dirasakan sebagai bagian dari komunitas di sana. Sesuai dengan visi dan misi toko ini : mengajak masyarakat desa Madurejo untuk beribadah bersama-sama di bidangnya masing-masing. Sederhana saja….. 

 

Madurejo, Sleman – 5 Desember 2005.

Yusuf Iskandar