Posts Tagged ‘peluang bisnis’

Glenak-glenik Peluang Bisnis

27 April 2010

Pepaya, mangga (tanpa pisang dan jambu), rambutan, sawo, kelengkeng, sirkaya, kedondong, sudah tertanam di halaman belakang toko. Entah kapan berbuahnya, tidak lagi sepenting menanamnya… Kolam pun sudah siap ditabur lele. Halaman sudah dibersihkan. Tinggal malam ini glenak-glenik (rembukan bisik-bisik) sama ‘boss’, sambil menikmati purnama yang mulai mekar di langit Jogja. Njuk habis ini apa?. Aneka peluang bisnis pun berseliweran di dalam mimpi…

Yogyakarta, 26 April 2010
Yusuf Iskandar

Tentang Memilih Bidang Usaha

11 April 2010

(#5)

Brainstorming dengan seorang teman tentang peluang bisnis, suasananya begitu menggairahkan. Sudah ribuan peluang bisnis dicatat dan dibicarakan, masih belum habis juga. Tapi begitu sampai pada pertanyaan: “Lalu mana yang sebaiknya saya pilih untuk memulai?”. Mak klumpruk… gairah seperti pudar, bingun… Tak juga madu – pasak bumi – ramuan Madura – ginseng – purwaceng mampu membangkitkannya. Pikiran seperti cunthel, buntu, hilang akal, tidak pede...

(#6)

Nasehat yang sering didengar untuk memilih dan memulai bisnis adalah: “Pilihlah yang paling mudah dilakukan dan paling disukai”. Tapi masalahnya, memilih yang paling mudah itu ternyata pekerjaan yang biasanya tidak mudah, dan memilih yang paling disukai itu ternyata pekerjaan yang biasanya tidak disukai.

Jadi? Pilihlah dengan dan atas nama Tuhanmu (jangan sekali-sekali Tuhan orang lain), lalu berjuanglah untuk berhasil melakukan dan menyukai…

(Seorang teman menambahkan, dalam terminologi Islam dikenal yang namanya sholat istikharoh)

Yogyakarta, 8 April 2010
Yusuf Iskandar

Peluang Bisnis : Dicari Pengepul Ikan Betok

11 Desember 2009

Peluang Bisnis (serius nih…) : Seorang pengunjung blog-ku, exportir ikan puyu/betok/sepat dari Malaysia, mencari partner/pengepul di Indonesia. Kalau ada yang minat, silakan hubungi saya nanti saya sambungkan. Jangan khawatir, saya tidak akan minta bagian…

Yogyakarta, 10 Desember 2009
Yusuf Iskandar

Kulakan Ponco

20 November 2009

Sementara ‘boss’ kulakan ponco dalam rangka menangkap peluang di musim hujan yang baru mulai, sopirnya bercengkrama dengan tukang parkir sambil klepas-klepus

(Setelah tiga hari terakhir ini sibuk dengan urusan diri sendiri, maka hari ini acaranya nyopiri ‘boss’, mengantar beliau untuk kulakan tas belanja alias tas kresek, lalu kulakan ponco alias jas hujan. Jas hujan adalah komoditas musiman, dan kebetulan di wilayah Jogja seminggu terakhir ini sudah menampakkan tanda-tanda datangnya musim penghujan. Maka berjualan jas hujan dan payung, termasuk daun pisang adalah peluang bisnis…. Yang terakhir itu untuk bungkus bikin kue…..)

Yogyakarta, 20 Nopember 2009
Yusuf Iskandar

Ramadhan, The Real Business

21 Agustus 2009

Ramadhan adalah peluang bisnis. Berbeda dengan bisnis-bisnis lainnya yang harus diburu, dicari dan dikaji, maka peluang bisnis ini malah mendatangi, mengetuk semua pintu dan menawar-nawarkan dirinya untuk segera ditangkap. Berbeda dengan bisnis-bisnis lainnya yang potensi keuntungannya terbatas dan butuh modal, maka peluang bisnis ini potensi keuntungannya tak terbatas. Belum lagi bahwa peluang bisnis yang bernama Ramadhan ini nyaris tanpa modal. Tidak juga modal dengkul, wong mereka yang tidak punya dengkul pun memiliki kesempatan yang sama untuk menggapai keuntungan yang semaksimal-maksimalnya.

Intinya : Ramadhan adalah peluang bisnis yang luar biasa secara hakiki. Bukan bahasa iklan, bukan dramatisasi dialektika dan bukan iming-iming agar produknya dibeli orang. Melainkan, benar-benar bisnis yang luar biasa bagi penganut agama Islam yang mempercayainya. No question asked! Lha, apa ada penganut Islam yang tidak mempercayainya? Lho, piye to…. Lha ya boanyak sekali….

Dikiranya kalau dibilang keuntungan bisnis Ramadhan itu sekian kali lipat dan tumpuk-undhung…, itu adalah gaya bahasa para ustadz atau penceramah kuliah subuh agar omongannya didengar orang. Dikiranya ucapan-ucapan berbahasa Arab itu sekedar bumbu-bumbu ceramah agar matching dengan nuansa bulan Ramadhan. Padahal itu adalah ucapannya Sang Maha Pemberi Peluang Bisnis. Padahal itu adalah janji Tuhan yang pasti akan ditepati, tidak sebagaimana janji-janji pemburu hantu kekuasaan. Dan Tuhan itu adalah Tuhannya penganut Islam yang (kalau mau jujur, merasa) skeptis dengan janji Tuhannya sendiri. Aneh to…..?  Bukankah seharusnya para pemeluk Islam itu berani mengatakan bahwa Tuhanku “tak gendong kemana-mana….”. Sebab Tuhannya orang Islam itu mengatakan bahwa “Aku lebih dekat dari urat lehermu sendiri”.

***

Dan herannya, ketika dan setiap kali peluang bisnis itu muncul, tidak banyak kaum muslim yang berlomba-lomba menangkapnya (dikatakan tidak banyak karena masih lebih banyak yang tidak…..). Buktinya? Ketika peluang itu datang, mereka biasa-biasa saja. Just business as usual. Sebulan Ramadhan adalah sama seperti sebelas bulan lainnya. Bedanya hanya siangnya berpuasa, malamnya tarawih (bagi yang mau menyempatkan). Lebih dari itu, bulan Ramadhan adalah sama persis dengan bulan-bulan lainnya dari Syawal hingga Sya’ban.

Tidak banyak yang kemudian menyongsongnya dengan hati berbunga-bunga karena sebuah peluang luar biasa telah tiba. Tidak banyak yang menyiapkan strategi agar keuntungan maksimal dari peluang bisnis yang bernama Ramadhan bisa dimanfaatkan dan didayagunakan untuk mengumpulkan keuntungan sebanyak-banyaknya. Keuntungan yang kelak dapat menjadi bekal jaga-jaga kalau-kalau bisnis-bisnis lainnya gagal atau rugi atau tekor atau bahkan bangkrut.

Aneh bin ajaib…. Kalau ada bisnis yang potensi keuntungannya hanya beberapa juta saja kita sering begitu bersemangat bagaimana menangkapnya, menyusun business plan-nya, mencari pinjaman modal, menghitung untung-ruginya, pusing dengan strategi pengelolaanya, dsb. Lha ini ada peluang bisnis yang digaransi pasti untung dan untungnya nyaris tak terbatas jumlahnya, bahkan mau ditinggal tidur sekalipun……, kok tenang-tenang saja.

Aneh bin konyol… Bagi yang berstatus orang gajian, demi menguntungkan majikannya mereka rela kerja lembur banting tulang siang-malam, bila perlu sehari semalam jam berputar 36 kali, menyusun business plan dan strategi agar bisnis majikannya meraup keuntungan sebesar-besarnya. Bukannya hal itu salah, melainkan heran saja, sebab ketika datang peluang bisnis yang jelas dijanjikan keuntungannya bagi dirinya sendiri dan bukan bagi orang lain, mereka menghadapinya biasa-biasa saja. Padahal seandainya jagat raya ini bisa diukur dimensi volumenya, tidak akan cukup menampung kebaikan dan keuntungan yang telah nyata-nyata dijanjikan oleh Tuhannya. Tapi ya tetap saja itu adalah periode waktu yang sama dengan waktu sebelumnya.

Aneh bin tidak habis pikir… Ketika datang peluang bisnis yang potensi keuntungannya enggak seberapa, adrenalinnya meningkat kuat seperti tidak sabar ingin segera menggapai keuntungan yang dianggapnya lebih besar ketimbang bunga bank, sedang potensi gagalnya juga sama besar. Tapi ketika peluang bisnis yang keuntungannya sudah dijamin pasti diberikan dan sak hohah boanyaknya, mereka cuek saja seperti bukan apa-apa.

***

Kini, mulai hari ini, peluang bisnis yang bernama Ramadhan itu sedang ada di depan mata. Tanpa modal diperlukan. Tanpa manajemen yang rumit-rumit. Tanpa khawatir bagaimana kalau rugi, wong sudah digaransi keuntungan pasti datang dalam jumlah yang tak terhingga banyaknya. Hanya dibutuhkan sedikit kesadaran bahwa inilah bisnis yang seharusnya perlu disiasati pencapaiannya. Inilah bisnis sesungguhnya yang memerlukan action plan bagaimana menyiasatinya.

Tidak perlu muluk-muluk, meski semakin muluk semakin baik. Siapkan rencana aksi untuk memanfaatkan peluang itu. Bila sekian tahun hayat dikandung badan merasa ibadahnya tidak karu-karuan, inilah saatnya untuk mengubahnya menjadi lebih karuan. Jika semula sholat setahun dua kali (Idul Fitri dan Idul Adha), ubahlah menjadi sehari dua kali misalnya, atau jadikan sholat fardhunya menjadi lebih bermutu. Bila seprana-seprene kerjanya misuh-misuh (maki-maki, marah, atau ngomongin orang, dengki) kepada lima atau enam orang setiap hari, kurangi jadi satu atau dua kali saja (tinggal pilih siapa yang bersedia dipisuh-pisuhi…).

Bila selama ini sedekahnya hanya berkisar sepuluh ribuan, terkadang saja sedikit lebih (itupun tergantung berapa besar sedekah orang yang sebelumnya), kini tambahkan menjadi tiga puluh atau tujuh puluh ribu. Pendeknya, hanya perlu sebuah rencana aksi yang so simple. Sebab inilah satu-satunya bisnis yang siapa saja bebas menentukan mau untung berapa dan dengan cara bagaimana, silakan diatur sendiri. Dan luar biasanya bahwa semua itu dijamin pasti untung.

Jika demikian…, ayo ramai-ramai merebut peluang bisnis Ramadhan ini. Boleh percaya boleh tidak, semakin banyak yang memperebutkan peluang bisnis ini, akan semakin berhamburan keuntungan yang dijanjikan akan betebaran jatuh dari langit. Sebab Tuhan tidak akan kehabisan stok keuntungan itu, bahkan akan semakin ditambah dan ditambah dan ditambah. Enak to…, mantep to…

Ramadhan adalah the real business yang dijamin bebas dari upaya tipu-tipu, tidak ada kata merugi dalam kamusnya ibadah Ramadhan kecuali bagi mereka yang menganggap bulan Ramadhan sama dengan sebelas bulan lainnya. Mereka inilah yang hanya akan babak-belur kelaparan dan kehausan sebulan penuh (tapi terlihat sombong dan bangga) tanpa berhak menerima added value Ramadhan (kecian deh, mereka…).

Hanya dibutuhkan keikhlasan dalam penghambaan kepada Tuhan dan melakukannya dengan penuh perhitungan akan keuntungan-keuntungan yang dijanjikan, yang oleh para ustadz sering diistilahkan dengan sebutan imaanan-wahtisaaban…. Ayo, rebutlah peluang bisnis Ramadhan. La’allakum tattaquun….agar kalian bertakwa, kata Allah dalam kitab suci.

Selamat menunaikan ibadah Ramadhan 1430 H. Mohon maaf lahir dan batin. Semoga Allah swt. memberi kesempatan untuk menuntaskan pertempuran sebulan penuh hingga tiba saatnya menggapai kemenangan di hari fitri.

Yogyakarta, 21 Agustus 2009 (1 Ramadhan 1430H).
Yusuf Iskandar

Stock Inventory Dan Peluang Bisnis Online

15 April 2008

Pengantar :

Pertemuan kedua kelompok Master Mind 4 TDA Joglo (komunitas Tangan Di Atas wilayah Jogja, Solo dan sekitarnya) diadakan kembali di rumah saya di Umbulharjo, Yogyakarta, pada tanggal 9 April 2008 yll. Pertemuan kali ini dihadiri oleh lima orang anggota (seorang berhalangan hadir), yaitu mas Memetz (praktisi bisnis ritel), mas Djoko Mukti (pemilik bisnis handycraft tas berbahan natural), mas Ichsan Santoso (pemilik bisnis ritel dan pakaian), mas Pipin (pewaralaba bengkel sepeda motor di Klaten) dan saya sendiri.

Setelah didahului dengan saling memberi update atas pencapaian dan kendala usaha yang sedang dijalani, diskusi selanjutnya difokuskan pada beberapa pokok bahasan, antara lain : masalah stock inventory dan peluang bisnis online untuk reseller.

——-

Stock Inventory Itu Perlu

Awalnya adalah keluhan saya dalam mengelola toko “Madurejo Swalayan” tentang repotnya melakukan stock inventory atau pendataan jumlah stok seluruh item barang yang ada di toko. Kelihatannya mudah saja, tinggal menghitung dan mencatat berapa jumlah setiap item barang yang ada. Tapi pelaksanaannya bisa sangat-sangat menyita waktu dan tenaga. Sementara toko harus tetap buka dan melayani konsumen. Hal ini disebabkan karena “Madurejo Swalayan” belum memiliki sistem yang baku tentang bagaimana melakukan stock inventory yang benar dan efektif. Berbeda halnya dengan toko-toko besar yang sudah memiliki sistem inventory sendiri.

Rupanya hal yang sama juga dihadapi oleh rekan-rekan lain yang tergabung dalam kelompok diskusi Master Mind TDA (Tangan Di Atas) Jogja. Sebagai sesama pemula dalam dunia bisnis, seorang teman juga mengalami kesulitan melakukan stock inventory untuk barang-barang di toko ritelnya. Seorang rekan lain judeg (kebingungan) mengelola stok suku cadang dari usaha bengkel sepeda motor terutama terkait dengan bengkel-bengkel cabangnya yang tersebar. Sedangkan bagi seorang rekan lainnya yang menerapkan kemitraan dengan pengrajin dalam usaha handycraft produk tas berbahan natural, masalah stock inventory akan lebih sederhana dan kelihatannya belum mendesak, meski tidak berarti boleh diabaikan.

Ada beberapa hal penting yang muncul dalam diskusi yang kemudian saya catat. Beberapa hal yang kiranya perlu untuk ditindaklanjuti sesuai kondisi masing-masing.

  • – Sebagai bagian dari rumusan “Retail is Detail”, stock inventory memang perlu dilakukan secara periodik yang waktunya disesuaikan dengan kondisi masing-masing. Data-data stock inventory ini sangat diperlukan dalam membuat laporan neraca keuangan (financial balance sheet).
  • – Perlu dicari cara yang praktis untuk melakukan stock inventory bagi tiap-tiap jenis bisnis yang berbeda. Khusus untuk bisnis ritel memang lebih njlimet (rumit) karena menyangkut sejumlah item barang dagangan yang sangat banyak jenis dan jumlahnya.
  • – Salah satu cara yang (kelihatannya) relatif mudah diterapkan adalah dengan pengaturan rak (grondola) dan lemari untuk sekelompok jenis item barang tertentu (jika perlu setiap rak atau grondola dan lemari memiliki daftar barang masing-masing yang ada di atasnya).
  • – Menugaskan setiap pelayan toko atau pegawai untuk bertanggungjawab terhadap sekelompok item barang yang ada pada rak-rak atau lemari etalase tertentu, sehingga memudahkan dalam pengawasan dan pengontrolannya.
  • – Hal yang akan menjadi masalah adalah bagaimana agar pelaksanaan inventory dapat diselesaikan dengan cara seksama dalam tempoh yang sesingkat-singkatnya.
  • – Stock inventory perlu dilakukan secara periodik.

Peluang Bisnis Online Untuk Reseller

Salah satu trend bisnis saat ini adalah membuka toko di dunia maya alias online store dengan memanfaatkan fasilitas internet. Beberapa teman telah mulai mengembangkan usahanya justru melalui toko online. Nyaris bidang garapannya tak terbatas. Ada yang telah menjalankan toko pakaian (fashion) secara online dan nampaknya cukup berkembang. Juga menjual tas tangan berbahan natural, sebagai produk handycraft, juga memulainya secara online.

Sistem bisnis online ini telah diakui oleh banyak kalangan kini semakin berkembang pesat. Maka, ini adalah “dunia baru” dan sekaligus peluang yang perlu dicermati untuk jangan sampai ketinggalan jaman, terutama bagi para pelaku bisnis.

Salah satu cara memulai bisnis yang cukup mudah adalah menjadi reseller. Intinya, menjualkan produk orang lain. Dengan memanfaatkan sarana toko online yang kini dapat dilakukan dengan gratis melalui blog, tanpa perlu repot-repot mempunyai situs sendiri (meski yang terakhir itu pada saatnya akan diperlukan sebagai simbol bonafiditas), bisnis reseller ini menjadi demikian mudah dilakukan. Melalui bisnis reseller (dalam beberapa kasus) juga terbuka kemungkinan untuk dilakukan dengan tanpa modal awal (kecuali biaya sewa internet)

Salah satu keuntungan menjadi anggota suatu kelompok bisnis atau katakanlah komunitas yang anggotanya memiliki visi bisnis dan “frekuensi” yang sama, adalah adanya lalulintas informasi yang cepat dan nyaris tanpa batas. Dari hasil pertukaran informasi maka akan mudah diketahui dan dikomunikasikan siapa mempunyai bisnis apa. Kemudian dipilih yang mana yang disuka, lalu dibangunlah kerjasama dalam bentuk reseller. Mudahnya, ikut memasarkan dan menjualkan suatu produk yang dipilih dan disuka itu. Selanjutnya tinggal membuat blog gratisan untuk membuka toko.

Peluang semacam ini cukup menarik dan relatif mudah dan murah untuk digarap sebagai langkah awal memulai sebuah bisnis. Kata kuncinya hanya satu, yaitu suka ngublek-ublek dan main-main dengan internet.

Yogyakarta, 15 April 2008
Yusuf Iskandar

(48) “Good Luck!”

13 Desember 2007

Akhirnya……., setelah mendongeng gedebas-gedebus ngalor-ngidul tentang dunia persilatan bisnis ritel “Madurejo Swalayan” sebagai lajur jalan baru yang ditempuh setelah sang sopir banting setir, kini tibalah pada bagian akhir kumpulan “Catatan dari Madurejo”. (Huh! Capek juga …..)

 

Saya tidak mempunyai tujuan lain dari semua catatan-catatan saya selama ini, apalagi untuk menggurui, selain hanya ingin berbagi cerita tentang apa yang saya alami, saya lakukan dan saya pikirkan untuk sebaiknya saya lakukan. Oleh karena itu perlu dipahami bahwa semua yang telah saya dongengkan ini hanyalah sebuah pilihan. Dan itulah pilihannya “Madurejo Swalayan”. Sama sekali tidak ada hubungan sangkutnya dan pautnya dengan urusan benar atau salah, baik atau buruk, seharusnya atau tidak seharusnya. The rest is yours……  

Siapa tahu (dan mudah-mudahan) dapat menjadi sumber inspirasi dan provokasi bagi siapa saja, baik yang sedang bingung mencari-cari peluang bisnis, yang sedang mikir-mikir untuk memperoleh penghasilan sampingan, yang sedang ancang-ancang untuk banting setir, atau yang tetap menikmati pilihan hidupnya sebagai orang gajian. Kalau pun tidak semuanya, Anda merasa terhibur pun sudah merupakan bisnis yang menguntungkan bagi saya. It doesnt matter at all. Anggaplah semacam infomezzo, informasi intermezzo di tengah hari-hari suntuk Anda.

Jika merujuk ke rumusannya Pak Robert Kiyosaki tentang Cashflow Quadrant, siapa tahu kumpulan catatan ini dapat mengilhami Anda yang sedang berputar-putar di kuadran E (Employee) dan S (Self-employed, Small Business Owner atau Specialist) untuk menuju atau tidak menuju ke kuadran B (Business Owner) dan I (Investor).

Benar bahwa pengelola “Madurejo Swalayan” saat ini sedang berkutat di kuadran S, belum lama meninggalkan kuadran E. Meskipun di hati kecilnya masih ada keinginan untuk merangkap jabatan menjadi S dan E sekaligus (Habis E itu enak, sih…..! Salah satu yang membedakan antara E dan S adalah : Kalau menjadi E, seperti apapun performance kerja saya hari ini, enggak ngaruh, besok saya akan tetap terima gaji. Sedangkan menjadi S, kalau kerja saya hari ini asal-asalan, begita-begitu saja, besok juga akan menuai hasil seadanya…….). Berikutnya hendak melangkah perlahan-lahan menuju ke kuadran B, sembari belajar dan ancang-ancang untuk menuju kuadran I.

Mangsud hati ingin meninggalkan E menuju S. Apa daya sampai sekarangpun anak kedua saya masih suka mendorong-dorong agar bapaknya kembali menjadi E alias orang gajian. Bahkan sesekali dorongan pun ternyata datang juga dari ibunya. Semuanya harus dapat dipahami dan dimaklumi….. Malah anak kedua saya dengan lugunya mengusulkan agar bapaknya bekerja di perusahaan minyak saja. Bukan karena tahu harga komoditas itu sedang melejit, tapi karena beberapa orang tua teman sekolahnya bekerja di perusahaan minyak (atau jangan-jangan ada yang membisiki anak saya kalau teman email-emailan bapaknya banyak yang bekerja di dunia perminyakan?).

Hal yang kemudian paling membuat sesak napas mendadak (bukan karena kebanyakan udut) adalah ketika kemudian terucap dari mulut anak saya : “Agar kita bisa kemana-mana dan beli apa-apa lagi seperti dulu…..” (ini kata lain untuk : sekarang tidak bisa kemana-mana dan tidak bisa beli apa-apa.…..!). Meskipun tidak bosan-bosannya saya meyakinkan anak saya dengan komentar normatif tapi penuh percaya diri, bahwa Insya Allah akan tiba saatnya kita akan kemana-mana dan beli apa-apa lagi, lebih dari yang dulu pernah kita lakukan. Biasanya lalu dibalas dengan cibiran…. : “Wheeeekkkk…!”. Tapi inilah satu bukti lagi kegagalan saya melakukan lobi intensif terhadap penumpang kecil saya, sebelum melakukan banting setir satu setengah tahun yang lalu.  

Saya sangat berharap kalau ada rekan lain yang sudah lebih dahulu menekuni bisnis toko ritel atau apa saja, kiranya tidak keberatan untuk berbagi pengalaman. Pengalaman baik atau pengalaman kurang baik, tidak menjadi soal. Saya tunggu cerita sukses atau kurang sukses Anda, agar kita bisa saling berbagi pengalaman.      

Eee….., jangan-jangan pengelola “Madurejo Swalayan” yang masih ijo royo-royo ini kelewat pede. Jangan-jangan obsesi pengelola “Madurejo Swalayan” dengan bisnis membangun visi melalui toko ritel ini ngoyoworo. Jangan-jangan malah dongengan ini menyurutkan niat orang lain untuk memulai bisnis ritel. Ijinkan saya menyarankan, selalu melakukan cross-check dengan sumber referensi lain atau belajar dari pengalaman orang lain kiranya akan sangat membantu.  

*** 

Jadi, bagaimana? Anda siap buka toko ritel? Atau ada peluang lain yang sedang Anda incar? Atau lebih dahsyat lagi (menurut istilah populer sekarang) mulai melangkah menuju kebebasan finansial?  Jika demikian, “Good Luck!”. Selamat bekerja, dan semoga “Atasan” Anda masing-masing senantiasa menyertai setiap rencana bisnis yang sedang Anda persiapkan. Teriring doa semoga Anda sukses, lebih dari yang Anda mau…..

Sementara saya mau pamit dulu, mau konsentrasi untuk menggarap peluang lain……. Sekedar melakukan langkah kecil (sebagai bagian dari langkah besar) untuk menuju kuadran B. 

Ooops, tunggu dulu……! Jangan lupa berdoa sebelum tidur, siapa tahu saat Anda bangun esok pagi ternyata toko Anda sudah berdiri!    

Nuwun dan salam.    

Madurejo, Sleman – 1 Maret 2006 (Mari kita lakukan Serangan Oemoem untuk menangkap dan menggarap peluang demi peluang) 
Yusuf Iskandar

(6) Menangkap Peluang Pertama

13 Desember 2007

Moga-moga Anda sudah sepakat bahwa peluang bisnis itu pathing tlecek (berserakan) ada di mana-mana. Maka sebaiknya tidak perlu terlalu gusar, bingung atau bertanya-tanya tentang peluang bisnis apa yang bisa dikerjakan. Tangkaplah sebuah peluang bisnis, apa saja yang dipandang paling cocok, sebagai peluang pertama. Setelah itu digarap dengan kesungguhan. Maka segera akan tampak bermunculan peluang-peluang turunan dan kembangannya.

 

Bagaimana CEO “Madurejo Swalayan” dengan tujuh bulan pengalaman praktisnya dan seumur hidup pengalaman berpikirnya, mulai tertatih-tatih menapaki perjalanannya?

 

Ini hanya sekedar berbagi pengalaman. Inilah contoh konkritnya, ben ora dikiro ngarang-ngarang…..(biar tidak dikira mengarang). Sedikit saya singgung lagi, sekitar tujuh bulan yang lalu saya pun bingung untuk mengambil sebuah (saja) dari beberapa peluang bisnis yang sudah saya bidik. Sungguh bukan pekerjaan mudah. Apalagi sudah belasan tahun terlena menjadi orang gajian. Kalau bukan karena fait accompli, diterpaksakan, barangkali saya juga belum bangun dari keterlenaan saya. Maka saya sesungguhnya bersyukur telah ter-fait accompli oleh situasi dan kondisi yang lain.

 

Sejak kebulatan tekad banting setir, alih profesi, diikrarkan dan lalu dijalani, setiap hari di Jogja ya cuma piya-piye saja…… Bagaimana ya? Apa ya? Apa bisa? Bagaimana kalau nanti…..? Dan seterusnya…… Ini wajar, asal jangan kebablasan dan kelamaan piya-piye dari bulan ke tahun. Lakukan identifikasi dari ribuan peluang bisnis yang terlihat untuk dipilih beberapa yang paling sreg di hati.

 

Toko bangunan, toko obat, toko spare-part, toko elektronik atau toko ritel? Ditimbang-timbang, dipikir-pikir, ditanya-tanya, dikomat-kamit, akhirnya dipilihlah toko ritel. Kami tidak tahu apakah memang pilihan ini yang terbaik. Tapi minimal kami mulai bisa berkonsentrasi untuk melangkah. Inilah peluang pertama yang akhirnya kami ambil. Lalu dipersiapkan dan mulai dikerjakan, seeee…bisa-bisanya.

Sebulan, dua bulan, tiga bulan, toko ritel kebutuhan sehari-hari yang kemudian bernama “Madurejo Swalayan” ini mulai beroperasi. Mulailah, satu demi satu peluang baru bermunculan, peluang-peluang yang merupakan turunan dan kembangan dari peluang bisnis yang pertama saya tekuni. Ternyata buuuanyak peluang yang sebenarnya kita sudah melihat sebelumnya tapi tidak pernah terpikirkan. Ibarat sedang menempuh perjalanan jauh dengan membawa peta buta. Peluang pertama yang kita garap inilah yang akan melengkapi legenda dan informasi-informasi pada peta buta itu.  

***

 

Semakin lama dan semakin sungguh-sungguh kita mengelola peluang bisnis yang pertama, akan semakin terbuka lebar pula jendela dunia menangkap peluang-peluang baru. Tidak hanya yang berhubungan dengan bisnis pertama, bahkan seringkali lintas sektoral (pinjam bahasa pemerintah) dan loncat pagar. Pikiran semakin mletik, semakin terlatih menangkap setiap fenomena, semakin terasah feeling bisnisnya.

 

Pengalaman menggarap peluang pertama ini akhirnya mampu menggeser sedikiiit… saja sudut pandang kita terhadap sesuatu. Maka hal-hal yang sebelumnya tampak biasa-biasa saja, kini berubah menjadi peluang-peluang bisnis baru. (Jangan pernah mengira menggeser sedikit saja sudut pandang ini gampang. Kesombongan, gengsi, egoisme, ketidaktahuan, seringkali menghalangi kita untuk mau bergeser sedikiiiit… saja dari tempat kita duduk).

 

Peluang pertama yang telah saya kerjakan adalah usaha bisnis ritel “Madurejo Swalayan”. Itu saja yang sampai kini saya ublek-ublek, bagaimana supaya maju dan berkembang dengan cepat. Peluang apa lagi selanjutnya? Saya mencoba melirik-lirik, melamun-lamun, membayang-bayang, ternyata banyak hal yang pada suatu saat nanti bisa dikembangkan lagi, kalau memang memungkinkan. Tapi paling tidak, semua peluang itu harus sudah dapat dikenali, meskipun tidak harus direalisasi.

 

Berikut ini adalah sekedar contoh dari tujuh bulan pengalaman saya, bagaimana saya menggali, merunut dan menemukan peluang-peluang baru. Untuk saya simpan, lalu dikaji sambil jalan dan sambil tidur, hingga pada suatu saat nanti mudah-mudahan ada satuuuuu… saja yang dapat diwujudkan.

 

Untuk beberapa jenis produk, terbuka peluang untuk ditingkatkan menjadi penjual grosiran. Maka berarti menjual dengan harga lebih murah tetapi ada sasaran lain pada peningkatan omset. Selain itu terbuka peluang lagi untuk membangun kemitraan dengan warung-warung kecil yang lokasinya ada di tengah-tengah perkampungan atau pedesaan yang jauh dari jalan besar. Ada juga peluang bisnis lain yang masih berkaitan yaitu membangun tim penjualan sendiri untuk menjadi grosir kelilingan yang menyuplai kebutuhan warung-warung kecil di kampung-kampung. Jangan remehkan sektor ini, potensinya luar biasa.

 

Menjadi distributor untuk produk dari merek tertentu di wilayah tertentu adalah juga peluang bisnis yang layak dipertimbangkan. Apalagi kalau itu termasuk jenis barang yang sebenarnya sangat dibutuhkan orang, tetapi eksklusif. Sebagai distributor tentunya ada perlakuan khusus baik dari perusahaan induknya maupun kepada agen-agen di dalam jaringan pemasaran yang kita bangun.

 

“Madurejo Swalayan” juga menyediakan jenis-jenis barang dagangan pelengkap, selain barang kebutuhan pokok, yang sengaja dipajang di atas rak atau lemari etalase, atau counter tersendiri dalam upayanya memenuhi kebutuhan konsumen, menuju one stop shopping secara selektif. Antara lain obat-obatan, alat tulis dan kantor, alat rumah tangga, asesori perempuan, perlengkapan bayi, pulsa isi ulang, dsb., dan masih sangat terbuka untuk terus ditambah jenisnya sesuai tuntutan pasar.

 

Kelak akan terlihat, di antara barang pelengkap itu mana yang paling prospek untuk dikembangkan menjadi unit usaha sendiri. Sekedar menyebut contoh, barangkali counter obat-obatan dapat dikembangkan menjadi unit usaha toko obat atau bahkan apotik. Atau counter alat tulis dikembangkan menjadi unit usaha toko buku atau alat tulis & kantor. Atau unit usaha perlengkapan rumah tangga dan kado, unit usaha per-HP-an, perlistrikan dan elektronika, unit usaha asesori perempuan dan fashion, dsb.

 

Selama ini sudah terbentuk kerjasama yang cukup baik dengan para pengusaha kecil rumahan (home industry), antara lain produk-produk makanan kering. Kebanyakan mereka lemah di bidang pengemasan produknya dan strategi pemasarannya. Padahal soal pengemasan ini besar sekali pengaruhnya dalam menentukan tingkat lakunya barang. Bukankah kita sering tertarik membeli suatu produk gara-gara tampilan kemasannya, termasuk ketika bingung harus memilih antara jenis yang satu dan lainnya? Produk-produk asesori perempuan juga seringkali dikemas seadanya. Laku sih laku, tapi kalau bisa lebih laku lagi dengan mempercantik kemasannya, kenapa tidak? Di situlah antara lain muncul nilai lebih dari sebuah professionalisme, tidak sekedar “gimana gitu loh”…….

 

Di belakang bangunan toko “Madurejo Swalayan” masih tersisa lahan kosong yang rencananya mau dibangun kolam ikan klangenan di tengah kawasan persawahan. Bukan tidak mungkin untuk dikonversi menjadi fasilitas kolam pemancingan, saung ikan bakar atau café ndeso, bahkan unit usaha perdagangan ikan segar. Bahkan jualan buah segar pun adalah sebuah peluang.

 

Mau loncat pagar? Mendirikan usaha jasa konsultansi dan layanan teknik bidang geologi dan pertambangan juga bukan tabu (sak nganggur-nganggure yo tetap masih punya keahlian tambang je………). Nyambi jual briket batubara atau batu kapur untuk pupuk adalah juga peluang yang masih ada hubungannya dengan industri pertambangan, termasuk aneka produk tambang seperti tambang plastik, tambang rafia, tambang rami, tambang ijuk, tambang dadung, dsb. Kalau yang masih dekat-dekat dengan industri perminyakan, mencakup minyak wangi, minyak rambut, minyak goreng, minyak kayu putih dan minyak telon yang selama ini cukup laku keras seiring dengan cengar-cenger-nya natalitas di Madurejo.

 

Atau, usaha jasa konsultansi dan layanan manajemen ritel? Eh, enggak ding, yang ini janganlah, mengko ndak ora podo gelem mbuayar (nanti pada tidak mau membayar)……… Intinya adalah bahwa peluang-peluang baru ini tidak harus terpaku pada bidang-bidang yang ada hubungannya dengan bisnis utama.

 

***

 

Pendek cerita, ada banyak peluang bisnis yang dapat digarap lebih lanjut. Apakah akan dilaksanakan atau tidak, sepenuhnya tergantung dari analisis teknis-ekonomis-strategisnya. Ada satu saja yang dapat diwujudkan, rasanya sudah pencapaian yang luar biasa. Tidak dikerjakan pun tidak jadi soal. Agar bisnis ini dijalankan tidak ngoyo (memaksakan diri), tapi juga tidak asal-asalan.

 

Beberapa peluang bisnis yang saya ceritakan di atas hanyalah sekedar contoh, hanya sebagian kecil saja dari sekian banyak peluang bisnis yang masih dapat dieksplorasi lebih jauh oleh manajemen “Madurejo Swalayan”. Dari baru sedikit jam terbang yang saya miliki, saya sudah bisa melihat bahwa pada dasarnya peluang bisnis apapun yang kita tangkap pertama kali rasa-rasanya akan menjadi pembuka jalan bagi buuuanyak peluang-peluang lainnya. Mudah-mudahan penglihatan melalui kacamata minus saya tidak salah. Saya telah memulainya dengan menangkap peluang membuka usaha ritel. Selebihnya belum banyak yang dapat diceritakan, tapi sudah dapat dikenali.

 

Jadi, bagaimana? Cobalah untuk bergeser sedikiiit saja dari tempat Anda duduk, maka akan tampak jutaan peluang di sana, karena peluang-peluang itu kececeran di mana-mana…… ..  Lalu tangkaplah satu di antaranya dan garaplah menjadi peluang bisnis pertama Anda. Mau full-time atau sambilan, mau dikelola sendiri atau menggaji seorang professional, mau modal pinjaman atau ngudal-udal bawah bantal, Anda yang memutuskan.

 

(Maaf, saya hanya ingin membantu memprovokasi Anda. Sebab sebagai mantan orang gajian yang belasan tahun hidup di lapangan, saya tahu persis bahwa terkadang provokasi itu diperlukan untuk merangsang dan mengarahkan gerak dan lagu hidup kita yang seprana-seprene ngona-ngono wae, begita-begitu saja, meskipun penghasilan rutin di atas kertas saat ini mencukupi. Ya, saat ini…… Saat rutinitas kerja dan gaji tetap ini belum “terganggu”….. Dan “gangguan” itu bisa datang sewaktu-waktu tanpa halo-halo. Seorang rekan senior saya yang sedang ancang-ancang segera MPP mengirim email, katanya merasa terinspirasi dengan dongengan saya. Maka mudah-mudahan MPP-nya adalah : Menangkap Peluang Pertama….. ).

 

Madurejo, Sleman – 23 Pebruari 2006.

Yusuf Iskandar

(5) Peluang Itu Ternyata Ada Di Mana-mana

13 Desember 2007

Dulu sewaktu saya masih menjadi orang gajian, sesekali saya suka iseng tanya-tanya orang, kira-kira peluang bisnis apa ya yang bisa dikerjakan di Yogya (atau di mana sajalah). Biasanya orang yang saya tanya akan menjawab :  “Wah, buuuanyak sekali…….”. Sangking banyaknya sehingga untuk menyebut satu saja susah.

 

Kini sewaktu saya tidak lagi jadi orang gajian (entah sementara, entah seterusnya…..), gantian saya ditanya oleh banyak teman, peluang bisnis apa ya yang bisa dikerjakan? Saya pun menjawab : “Wow…, buuuanyak sekaleee…….”. Saking buanyaknya sehingga memang susah untuk diperinci satu per satu. Sekarang saya baru tahu, memang nyatanya demikian. Peluang bisnis ada di mana-mana, tapi susah untuk menyebut mana yang paling baik. Tinggal pilih mau yang model dan gaya apa.

 

Rasanya tidak salah kalau saya kelewat percaya diri, bahwa yang namanya peluang (opportunity) itu tidak akan pernah habis digali dan tidak akan pernah selesai digarap. Pating tlecek ning ngendhi-ngendhi….., berserakan di mana-mana. Boleh percaya boleh tidak. Tapi biasanya baru akan percaya setelah benar-benar mulai memasuki “alam peluang” itu tadi. Karena tahapan yang paling sulit adalah : memulainya ituuu…….

 

Omong-omong soal peluang bisnis, saya sebenarnya agak sungkan untuk cerita banyak-banyak (Agak tahu dirilah…. Wong pengalaman bisnisnya baru sak uprit kok sudah ngomong aneh-aneh. Maka ya yang sedikit itu saja yang ingin saya bagikan kepada yang mau.…..). Dan satu-satunya pengalaman agak banyak yang saya miliki dalam hal ini adalah pengalaman berpikir. Maka yang sebaiknya saya omong-omongkan berikut ini ya hanya sekedar pemikiran tentang peluang bisnis saja. Selebihnya kita tinggal tidur saja sambil memikirkannya ramai-ramai seperti potong padi di sawah.

 

Wong namanya baru pemikiran, maka untuk lebih mendalamnya mari dipikirkan secara berjamaah. Kalau hanya dipikir satu orang namanya pembebekan. Satu orang pegang tongkat lalu diacung-acungkan ke kanan, maka bebek-bebeknya rame-rame ke kiri. Ada juga bebek-bebek yang bandel dan larinya kencang hingga membuat kalang kabut teman-temannya. Begitu sebaliknya. (Seperti angkot atau bis kota, lampu sign kedip-kedip ke kiri, eh enggak tahunya nyosor ke kanan. Malah terkadang tiba-tiba mak jegagik berhenti, baru lampu sign menyusul dikedip-kedipkan. Makanya hati-hati kalau berkendaraan di belakang angkot atau bis kota. Membebek memang lebih enak…..).

 

Kalau ternyata pemikiran yang akan saya paparkan ini ngoyoworo (membuang-buang waktu dan enerji saja), jangan rikuh untuk segera beranjak pergi ke toko buku membeli buku-buku tebal yang mahal-mahal karya orang-orang pinter, yang terkadang susah dipahami dan akhirnya malah menghiasi lemari ruang tamu. Hingga akhirnya satu-satunya peluang yang tertinggal adalah peluang menjadi konsumen yang baik. Bukan salah juga.

 

***

 

Menurut pemikiran saya, sebaiknya tidak perlu gusar atau bingung bertanya-tanya tentang peluang bisnis apa yang bisa dikerjakan. Karena sesungguhnya jutaan peluang itu ada bertebaran tepat di depan mata kita. Bagi orang yang sudah mataun-taun (bertahun-tahun) jadi orang gajian, memang terkadang sulit untuk melihat peluang-peluang yang sebenarnya sudah di depan mata itu. Saya merasakannya. Tapi cobalah untuk keluar garis atau keluar kotak, atau duduknya agak digeser, atau kaca matanya agak dimiringkan….. sedikiiiit saja. Kita akan surprise!Lho, ternyata di sini ada peluang, di sana ada peluang, di mana-mana ada peluang! 

 

Menghadiri seminar, mengikuti kursus, atau bercengkerama dengan kenalan, adalah salah satu cara yang  dapat diharapkan menjadi lantaran untuk menunjukkan adanya sebuah peluang. Tidak salah juga kalau mau ikut kursus menjahit, membuat hong kwe, bikin petasan, atau hadir di seminar cara mengatasi kepala mau pecah atau cara mengatasi jumbleng mampet. Bukan karena kita ingin punya sertipikat untuk buka usaha penjahitan, tukang kue, jual petasan, dukun pijat sakit kepala atau ahli jumbleng, melainkan hanya mencari pemicu, eee… siapa tahu di sana ditemukan petunjuk arah menuju peluang bisnis. Itu sebabnya berinvestasi untuk hadir di seminar atau ikut kursus atau mbayari kenalan makan siang, bukanlah pemborosan selama bukan karena ketimbang nganggur…..

 

Setelah peluang-peluang itu terlihat, terjadilah kebingungan tahap kedua. Mana yang cocok buat saya?. Semua nampak bagus prospeknya. Dalam membuat keputusan untuk mengambil sebuah peluang bisnis, saya tidak mau mengandalkan saran orang lain sebagai satu-satunya referensi (inilah kecenderungan jalan pintas kita, merasa belum punya pengalaman lalu menganggap saran atau pandangan orang lain adalah pilihan terbaik). Saran atau pandangan orang lain, porsinya hanya sebagai pembanding dan untuk membuka wawasan saja. Kalaupun akhirnya keputusan kita sama dengan yang disarankan oleh orang lain, maka itu murni karena keyakinan atas pilihan kita.

 

Saya yakin Anda pasti pernah mengalami hal-hal seperti ini : Suatu kali seorang teman Anda datang lalu dia bercerita tentang bisnis jual sembako atau mracangan kebutuhan sehari-hari. Katanya ini bisnis sangat bagus karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Lain waktu ada lagi teman lain bercerita tentang usaha bengkel atau jasa cuci kendaraan. Katanya sekarang ini jumlah kendaraan bermotor semakin banyak setiap tahunnya, dan pasti butuh bengkel dan tempat mencuci. Tidak lupa angka-angka statistik pun dipaparkan. Ada lagi teman lain mengusulkan tentang bisnis apotek atau toko obat. Katanya siapa yang tidak butuh obat, setiap orang kaya atau miskin pasti membutuhkannya (ini kata lain dari : setiap orang pasti bergiliran sakit).

 

Ada lagi yang menyarankan usaha toko besi atau material bangunan. Digambarkannya tentang pesatnya pertumbuhan kota yang pasti butuh sarana rumah, kantor, pabrik dan sebagainya yang kesemuanya perlu suplai material bangunan. Belum lagi peluang di bisnis propertinya. Datang lagi teman lain, dengan sangat bersemangatnya bercerita bahwa usaha warung makan atau restoran itu luar biasa prospeknya, lebih-lebih di kawasan dekat kampus atau perkantoran. Margin keuntungannya pun cukup tinggi. Dan masih banyak cerita, usul, saran, datang dari mana-mana tentang bisnis yang semuanya menggambarkan prospek yang bagus.

 

Apakah itu salah? Sama sekali tidak. Semua itu benar adanya. Hanya saja kita perlu jeli, apakah peluang bisnis itu akan cocok dengan karakter kita? Termasuk karakter di bawah bantal kita, juga karakter kita dalam mengelola resiko. Mana yang paling pas?

 

Karena itu ojo gumunan, jangan mudah terpesona. Kalau ada orang bikin pabrik garuk punggung lalu sukses jadi jutawan, maka Anda pun ingin menirunya karena mengira bahwa punya usaha garuk punggung adalah peluang bisnis yang bagus bagi Anda. Atau, ada orang yang dulu jual perkedel kacang tholo kelilingan yang sekarang punya dua truk, lalu Anda pun berkesimpulan bahwa bisnis jual perkedel kacang tholo adalah peluang bisnis yang baik bagi Anda. Atau, ada pengusaha sukses yang sekarang punya waralaba memandikan kucing, lalu Anda pun menyangka bahwa bisnis memandikan kucing adalah peluang bisnis yang menjanjikan.

 

Meniru kok jadi tradisi – Tanya kenapa? Untuk ini sebaiknya Anda percaya, bahwa apa yang baik dan cocok bagi orang lain belum tentu baik dan cocok bagi kita. Meniru sendiri bukan hal yang salah, bukan juga langkah bodoh. Melainkan ada beda antara meniru secara “Just Do It” dan meniru secara “Just Plan It”. Entoch, akhirnya harus meniru juga, go ahead…….!  

 

Lebih baik, buka mata, buka telinga, buka hati, lalu cup….., tangkap sebuah peluang yang dirasa paling cocok. Apapun peluang itu. Sekali lagi, apapun peluang itu, lalu garaplah!. Betapapun kecilnya, betapapun terlihat biasa-biasa saja, betapapun ndeso-nya. Menangkap peluang tidak serta-merta berarti harus dijalani, karena setiap peluang kemudian perlu ditimbang matang-matang sebelum mulai dieksekusi. Bisa jadi, peluang pertama yang ditangkap adalah bukan peluang yang “sebenarnya”, tapi mulailah merencanakan dan melakukannya dengan kesungguhan.

 

Kenapa peluang pertama barangkali bukan peluang yang “sebenarnya”? Karena peluang pertama ini siapa tahu hanya sebagai pintu masuk saja. Pintu masuk yang akan mengantarkan menuju ke peluang-peluang baru yang lebih potensial, prospektif dan lebih cocok ditekuni, yang merupakan hasil pancingan dari peluang yang pertama itu. Kelak seiring perkembangan usaha tinggal memutuskan akan melanjutkan untuk mengembangkan peluang pertama yang sudah dimulai, atau berkonsentrasi pada peluang turunan yang diyakini lebih cocok, atau malah menjadi konglomerat yang mengerjakan semua peluang yang ada.

 

***

 

Nah, kini biar saya tebak apa yang muncul di pikiran Anda. Sampeyan pasti sedang ngrasani saya : ini pengelola “Madurejo Swalayan” kayak yak-yak-o saja. Apa sudah mengalaminya? Saya pun harus menjawabnya dengan jujur : “Sudah, pengalaman saya kira-kira sudah tujuh-bulan jalan…….”.

 

Tinggal sekarang Anda yang memilih, di antara : Kisah sukses orang yang sudah malang-melintang di dunia bisnis selama lebih 20 tahun yang akhirnya membuat Anda terkagum-kagum dan terlena karena setelah itu Anda tetap tidak tahu apa yang mestinya dilakukan?. Atau, kisah belum sukses orang yang malang (belum melintang) yang baru nujuh-bulanan belajar bisnis (itupun kalau lagi mikir suka ditinggal tidur) tapi bisa membuat Anda seperti dibangunkan dari tidur? Its your call. Bagi saya, apa yang saya pikirkan sepanjang hayat dikandung badan adalah juga sebuah pengalaman.

 

Kalau saya, kalau saya ini lho….., lebih baik terlena tapi ada yang membangunkannya. Daripada teruuuussss terlena dan terkagum-kagum dan manggut-manggut dan larut dalam pujian kesana-kemari, eee…..tahu-tahu terserang bludrek ketika tiba-tiba anak perempuannya minta dinikahkan dan perlu biaya ngudubilah banyaknya (Anda pun masygul : rasanya baru kemarin lho dik, mas, mbak, pak de, bu de, setiap pagi saya mengantar dia ke sekolah……….. Dari jauh terdengar sayup-sayup siaran radio swasta niaga mengalunkan lagu berjudul “Terlambat Sudah”………).

      

Madurejo, Sleman – 22 Pebruari 2006.

Yusuf Iskandar