(Judul tulisan ini tidak salah tulis). Seorang teman yang berniat buka warung mi di Jogja, sengaja datang dari Jakarta ke Jogja untuk melakukan survey kecil-kecilan. Sesuai namanya, kecil-kecilan, pasti bebas dari tetek-bengek teori, rumusan, pedoman atau formalitas lain yang semacam ini. Pokoknya datang ke Jogja, mampir ke beberapa warung bakmi yang dijumpai, memesan untuk mencicipi rasanya dan mencatat harganya, melakukan interview sederhana dan mempelajari lingkungannya. Begitu saja.
Setelah kembali ke Jakarta, tiba-tiba suatu pagi teman saya itu membangunkan saya melalui SMS yang dikirimkannya dan menceritakan tentang kesimpulan hasil survey-nya. Kesimpulannya mencengangkan saya : Dari tujuh warung mi yang ditelisik, 50% memakai “optional method” agar dagangannya laris. Saya mengernyitkan kening : “Metode opo maneh iki (metode apa lagi ini)…?” (Ini pasti hitungan kasar, sebab 50% dari tujuh berarti ada tiga setengah warung, tentu susah dibayangkan)
Hanya perlu beberapa detik untuk mengernyit, lalu saya pun tersenyum sendiri (lebih baik bangun tidur tersenyum sendiri ketimbang bangun tidur langsung uring-uringan). Biar saya pertegas, rupanya yang dimaksud “optional method” oleh teman saya itu adalah metode “tulis reg spasi sajen, kembang atau dukun”, kata lain untuk aplikasi software perklenikan.
Harap dimaklumi, ini kesimpulan coro ndeso (ala kampung) yang tidak perlu dipertanyakan keabsahannya karena memang sampai kapanpun tidak akan pernah dapat dibuktikan, selain dipercaya saja bagi yang mempercayainya. Tentu teman saya itu punya alasan sendiri kenapa sampai berkesimpulan demikian, dan bukan sekedar katanya atau kelihatannya. Dan teman saya yang pada dasarnya tidak percaya dan tidak suka dengan aplikasi software perklenikan semacam ini, menghibur diri untuk tetap berpikir rasional. Lalu mengakhiri SMS-nya dengan kata-kata : “He..he..Salam Super!”. Tanda bahwa dia menanggapinya sebagai bahan guyonan tapi semangat Mario Teguh.
Sambil kucek-kucek mata, saya balas SMS-nya layaknya seorang ‘tukang kompor’ (orang yang suka ngompor-ngomporin) sekelas Mario Teguh agak di bawahnya banyak : “Selalu ada ‘langkah tersembunyi’ yang dapat dipertanggungjawabkan yang dapat kita lakukan. Dan tugas pebisnis sejati adalah menemukan dan mengimplementasikan hal itu”. Saya pun tidak mau kalah mengakhiri balasan SMS saya dengan mengucapkan : “Salam Sepur….! (lurus, always on the right track, relatif lebih aman, murah dan cepat sampai tujuan….)”. Lalu teman saya itu menimpali : “Asal sepurnya tidak nyerempet irrational thing”.
Moral ceritanya adalah : Jangan karena kita tidak suka mengunakan software perklenikan lalu menyurutkan semangat untuk memulai usaha membuka warung, sebab selalu ada ‘langkah tersembunyi’ yang dapat dilakukan. Temukan itu, dan implementasikan. Lalu perhatikan apa yang terjadi.
Kalau yang terjadi ternyata warungnya sepi dan kalah bersaing? Ya, berarti ‘langkah tersembunyi’-nya belum ditemukan… (tanyakan kepada ahlinya dan jangan bertanya kepada ‘tukang kompor’ yang belum punya pengalaman nyata dalam bisnis perwarungan). Hidup entrepreneur….!
Yogyakarta, 16 Januari 2010
Yusuf Iskandar