Archive for the ‘(11) Darimana Datangnya Pemasukan?’ Category

(11) Dari Mana Datangnya Pemasukan?

13 Desember 2007

Setelah menghitung-hitung biaya modal dan biaya operasi, yang kesemuanya adalah cerita tentang uang keluar, lalu bagaimana cerita uang masuknya. Dari mana datangnya pemasukan? Ya, dari kantong pembeli turun ke meja kasir. Untuk itu perlu mengidentifikasi kira-kira sumber pemasukan toko itu dari mana saja.  

 

Pemasukan utama tentu saja berasal dari hasil penjualan. Semakin tinggi tingkat penjualan, semakin tinggi pemasukan, semakin tinggi pula keuntungannya. Untuk toko sekelas “Madurejo Swalayan” biasanya mengambil margin keuntungan antara 7% hingga 10%. Untuk keperluan hitung-hitungan ekonomi dalam business plan, asumsi 10% masih reasonable untuk diambil sebagai acuan. Maka untuk menghitung perkiraan keuntungannya, tinggal kalikan saja rata-rata margin keuntungan dengan total hasil penjualannya. 

Kalau dikatakan margin keuntungan rata-ratanya 10%, tentu berarti ada yang lebih rendah ada pula yang lebih tinggi. Sekedar ilustrasi, barang-barang kebutuhan pokok yang pergerakannya cepat seringkali hanya mengambil margin 3-5% bahkan terkadang kurang, agar mampu bersaing. Sementara untuk barang-barang yang pergerakannya lambat, bukan kebutuhan pokok tapi diperlukan, bisa 20-30% bahkan terkadang lebih. Jadi ada semacam subsidi silang untuk akhirnya memperoleh angka rata-rata 10%. Angka-angka ini adalah angka-angka yang sudah umum, jadi konsumen pun sebenarnya juga sudah paham betul, sama pahamnya dengan penjual. 

Dengan demikian sangat mudah dipahami bahwa variabel utama dalam meningkatkan keuntungan adalah pada tingkat penjualannya. Sedangkan persentase margin keuntungannya relatif segitu-segitu juga, pergerakan naik-turunnya tidak akan jauh-jauh. Persentase margin keuntungan ini dapat kita jadikan sebagai barometer untuk melihat kinerja toko kita. Jika rata-rata margin keuntungan bulanan kita rendah, artinya secara umum toko kita termasuk toko yang murah. Sebaliknya jika rata-rata margin keuntungannya tinggi, jangan-jangan harga jual kita kemahalan. Memang ya tidak selamanya demikian, tapi paling tidak hal ini dapat kita jadikan sebagai bahan untuk melakukan introspeksi diri. Cara yang saya lakukan jika sekali waktu muncul angka rata-rata margin yang terlalu tinggi adalah dengan melakukan pengecekan harga secara acak untuk dievaluasi dan dibanding-bandingkan.

 

Maka jelaslah bahwa konsentrasi energi kita harus diarahkan guna menemukan strategi penjualan yang paling efektif. Tapi juga jangan dikesampingkan untuk menggali peluang-peluang sampingan guna mendongkrak angka penjualan. Antara lain dengan diversifikasi jenis komoditas yang kita jual, melengkapi toko dengan barang dagangan pelengkap disamping barang kebutuhan pokok sehari-hari. Dan masih ada ribuan peluang lainnya yang dapat digarap.

***

Kardus-kardus dari bungkus barang-barang yang dikulak semakin hari akan semakin menggunung. Sampai menuh-menuhin tempat dan terkadang membuat bingung mau ditaruh dimana. Jangan diremehkan, kardus-kardus itu ada nilai uangnya. Kardus-kardus yang masih bagus dan tebal, suka-suka dibutuhkan orang dan bisa laku lebih mahal. Paling tidak, kalaupun kardus-kardus itu dilipat lalu ditumpuk, total beratnya bisa puluhan bahkan ratusan kilogram dalam satu bulan. Kalau kemudian dijual, “bunyinya” bisa ratusan ribu rupiah. 

Semakin meningkatnya omset penjualan tentu berarti semakin banyak barang dagangan yang dikulak, dan semakin menumpuk pula kardus-kardus pembungkusnya. Pemasukan dari hasil jual kardus ini lama-lama dapat digunakan untuk menutup biaya operasional. Lumayanlah kalau misalnya tagihan tilpun atau listrik dapat tertutupi dari hasil jual kardus bekas. Inilah pemasukan yang sebaiknya jangan dianggap remeh.  

Jenis pemasukan lainnya berasal dari uang sewa rak. Rak-rak atau lemari etalase tempat memajang barang dagangan pada saatnya dapat bernilai ekonomis tinggi. Apalagi kalau letaknya strategis, di bagian depan misalnya. Distributor dari jenis produk tertentu pada tingkat penjualan tertentu, biasanya tidak keberatan untuk menyewa rak yang letaknya strategis ini, khusus untuk men-display produk-produk yang diageninya. Kalau di toko-toko besar malahan tidak hanya rak, tetapi juga ruang kosong di bagian depan toko dapat juga disewa untuk model display lantai (floor bazaar).

Karenanya semakin banyak rak atau tempat yang disewa atau semakin banyak distributor yang menyewa, tentu sangat menguntungkan bagi pemasukan toko. Jumlah nilai sewa per bulannya kalau dikumpul-kumpulkan bahkan bisa menutup sebagian (atau syukur-syukur seluruh) biaya upah tenaga kerja. Tentu saja soal sewa-menyewa ini tidak akan terjadi begitu saja. Pihak distributor pun punya tim yang akan melakukan assessment apakah rak atau tempat di toko itu memang bernilai ekonomis bagi mereka dan bagaimana tingkat omset penjualan produknya, sehingga layak untuk di sewa. Kalaupun kemudian hanya satu-dua rak saja yang disewa, akan cukup berarti banyak bagi “kesehatan” cashflow toko.

Pada toko-toko tertentu yang mempunyai halaman atau teras depan cukup luas, terkadang juga menyediakan kelebihan tempatnya itu untuk disewakan kepada pedagang atau pengusaha kecil lainnya. Misalnya untuk counter HP, tukang reparasi jam, tukang burger, pedagang asesoris, bakul jamu, dsb. Langkah menyewakan kelebihan lahan ini juga dapat dipertimbangkan untuk menjadi sumber tambahan pemasukan bagi toko. Selain berarti membina kemitraan dengan pedagang atau pengusaha kecil masyarakat sekitarnya.

Untuk hal yang terakhir ini memang belum menjadi pemikiran untuk digarap lebih dalam bagi pengembangan “Madurejo Swalayan”. Di satu sisi akan dapat berarti membantu toko dalam upayanya untuk mendatangkan pengunjung. Tapi di sisi yang lain, aspek keindahan dari tampilan tata ruang depan toko, kenyamanan pengunjung toko dan terutama kebersihannya, harus dikaji dahulu dengan sungguh-sungguh. Jadi meskipun akan mendatangkan pemasukan tambahan, tapi faktor lain-lain itu mesti dipertimbangkan masak-masak.

***

Sejauh ini sumber-sumber pemasukan selain dari hasil penjualan memang belum sepenuhnya masuk dalam business plan “Madurejo Swalayan”. Kalaupun ada, maka masih bersifat sebagai “bonus” tambahan pemasukan, belum menjadi target pemasukan. Pertimbangannya karena pengelola belum berpengalaman sampai tahap mana sumber-sumber pemasukan tambahan itu mulai feasible (layak) untuk dikategorikan sebagai sumber pemasukan tetap. Meskipun demikian, sumber-sumber pemasukan tambahan itu perlu diidentifikasi dan pada saatnya nanti akan dimasukkan ke dalam pengembangan rencana usaha tahunan. 

Setidak-tidaknya, kami mulai melihat bahwa ada peluang dan potensi cukup menjanjikan yang dapat digarap lebih mendalam guna meningkatkan kinerja toko ke arah tercapainya positive cashflow yang lebih tinggi lagi. Apa yang sudah teridentifikasi itu sesungguhnya hanyalah sebagian saja dari potensi sumber pemasukan yang ada. Untuk saat ini, biar kami fokuskan pada ketiga sumber pemasukan itu saja dululah…….., hasil penjualan, jual kardus dan menyewakan rak. Selebihnya dipikir nanti saja. Sebab baru ketiga hal itulah yang paling nyata di depan mata dan paling realistis untuk segera diwujudkan, atau lebih tepatnya, “diuangkan“…….

  

Madurejo, Sleman – 5 Pebruari 2006

Yusuf Iskandar